Kantor PDAM Siantar
Bocah Kecilpun Bergiat Cari Air Bersih
Krisis Air, Bukti Buruk Kinerja PDAM Siantar
Sudah bertahun tahun, masyarakat mengeluh karena selama ini pendistribusian air bersih yang dikelola pihak Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtauli Kota Pematangsiantar selalu dalam keadaan krisis yang sangat parah. Hampir semua pemukiman warga mengalami gejolak sehingga menimbulkan keresahan yang cukup memprihatinkan. Persediaan air bersih seolah sangat minim dan musim hujan yang hampir tiap hari mengguyur Kota Pematangsiantar, tak juga bisa diandalkan oleh PDAM sebagai kebijakan mengatasi hal tersebut.
Sangkin gerahnya, pernah puluhan masyarakat dari Kelurahan Pardomuan, Kecamatan Siantar Timur pada bulan April lalu menyampaikan keberatan sembari membawa perlatan dapur dan alat cuci agar anggota DPRD Kota Pematangsiantar bertindak proaktif mengatasi keresahan yang makin ‘menggurita’. Aksi warga ini merupakan bagian implikasi dari keseluruhan konsumen yang mengeluh Di Kota Pematangsiantar, seperti krisi air di Kecamatan Siantar Utara dan Siantar Marihat. Kesulitan membuat beberapa warga terpaksa membeli air eceran dalam kemasan jerigen dengan harga berkisar Rp2.000 per jerigen. Pasalnya, beban ini harus pula diatasi demi kebutuhan anak-anak menggunakan air bersih untuk mandi sebelum pergi sekolah, kebutuhan cuci pakaian, peralatan dapur, kebutuhan makan, minum dan sebagainya. Diduga, pendistribusian air juga tidak merata dan terkesan diskriminatif. Melihat perumahan elit, ruko, pabrik tampaknya cukup jarang mengalami kenyataan krisis air. Yang cukup menyakitkan warga, apabila terlambat membayar tagihan rekening, akan mendapat jatah denda. Bahkan pegawai PDAM datang mengancam melakukan pemutusan sambungan air.
Tingkat Kebocoran Air Tinggi
Keluhan masyarakat terhadap krisis air tampaknya bukan hanya semata-mata terbatasnya debit sumber air. Selain itu tingkat kebocoran air produksi PDAM Tirtauli disinyalir kuat di atas 40%. Produksi air rata-rata mencapai 1.800.000 m3/bulan, namun yang bisa dijual ke pelanggan tidak sebesar angka tersebut. Masih ada tingkat kebocoran hingga sekitar 42% dan sejauh ini diduga penyebab kebocoran adalah pipa penyalur baik pipa transmisi maupun pipa distribusi, yang sudah tua. Pipa masih mengandalkan pasangan tahun 1978 silam. Artinya, sudah mencapai usia 22 tahun. Selama ini, upaya proaktif pihak PDAM Tirtauli masih berkutat pada aksi menutup pipa bocor dan perbaikan penutupan pipa tua. Tentu saja, jika sebuah bagiannya diperbaiki, maka beberapa waktu kemudian tiga meter dari bagian yang diperbaiki akan bocor. Alhasil, kebocoran pun tetap tinggi. Agar tingkat kebocoran bisa ditekan hingga di bawah angka 4%, seharusnya PDAM mengganti pipa tua. Pasalnya, target di bawah 40% sebenarnya juga masih jauh di bawah rekomendasi pemerintah. Akan tetapi, bila tingkat kebocoran terus ditekan, efisiensi kinerja perusahaan dipastikan meningkat yang secara pelahan pula dapat meningkatkan pendapatan perusahaan.
Kelebihan Pegawai Dan Ketekoran Uang
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 47 tahun 1999 tentang pedoman penilaian kerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), ternyata jumlah pegawai PDAM Tirta Uli Kota Pematangsiantar sudah berlebihan sekitar 256 orang dari sekitar 550 jumlah seluruh pegawainya. Baik pegawai tetap maupun honor. Jika angka itu dibandingkan dengan 52 ribu-an jumlah pelanggan tentu sudah sangat berlebihan. Pasalnya, rasio pegawai dengan pelanggan di tingkatkota yakni 6 pegawai berbanding 1.000 pelanggan. Artinya enam pegawai sudah dapat melayani 1.000 pelanggan. Demikian pula menyangkut pendapatan air dan non air PDAM Tirtauli yang terdiri dari uang air, perawatan meter, biaya administrasi, air tanki, bea materai, sambungan instalasi baru, upah tukang, uang barang, ganti meter, bea balik nama dan denda pencurian air diduga lebih banyak disedot untuk biaya penghasilan direksi, honorarium, Badan Pengawas, penghasilan pegawai dan biaya tenaga kerja lainnya.
Padahal, berdasarkan Peraturan Mendagri (Permendagri) nomor 7 tahun 1998 pasal 11 (4) disebutkan, seluruh biaya tidak boleh melebihi 30% dari seluruh realisasi anggaran tahun berjalan atau berdasarkan Permendagri nomor 2 tahun 2007 pasal 12 (5) disebutkan seluruh biaya yang dikeluarkan tidak boleh melebihi 40% dari seluruh realisasi anggaran tahun berjalan.
Keluhan masyarakat terhadap krisis air tampaknya bukan hanya semata-mata terbatasnya debit sumber air. Selain itu tingkat kebocoran air produksi PDAM Tirtauli disinyalir kuat di atas 40%. Produksi air rata-rata mencapai 1.800.000 m3/bulan, namun yang bisa dijual ke pelanggan tidak sebesar angka tersebut. Masih ada tingkat kebocoran hingga sekitar 42% dan sejauh ini diduga penyebab kebocoran adalah pipa penyalur baik pipa transmisi maupun pipa distribusi, yang sudah tua. Pipa masih mengandalkan pasangan tahun 1978 silam. Artinya, sudah mencapai usia 22 tahun. Selama ini, upaya proaktif pihak PDAM Tirtauli masih berkutat pada aksi menutup pipa bocor dan perbaikan penutupan pipa tua. Tentu saja, jika sebuah bagiannya diperbaiki, maka beberapa waktu kemudian tiga meter dari bagian yang diperbaiki akan bocor. Alhasil, kebocoran pun tetap tinggi. Agar tingkat kebocoran bisa ditekan hingga di bawah angka 4%, seharusnya PDAM mengganti pipa tua. Pasalnya, target di bawah 40% sebenarnya juga masih jauh di bawah rekomendasi pemerintah. Akan tetapi, bila tingkat kebocoran terus ditekan, efisiensi kinerja perusahaan dipastikan meningkat yang secara pelahan pula dapat meningkatkan pendapatan perusahaan.
Kelebihan Pegawai Dan Ketekoran Uang
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 47 tahun 1999 tentang pedoman penilaian kerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), ternyata jumlah pegawai PDAM Tirta Uli Kota Pematangsiantar sudah berlebihan sekitar 256 orang dari sekitar 550 jumlah seluruh pegawainya. Baik pegawai tetap maupun honor. Jika angka itu dibandingkan dengan 52 ribu-an jumlah pelanggan tentu sudah sangat berlebihan. Pasalnya, rasio pegawai dengan pelanggan di tingkat
Padahal, berdasarkan Peraturan Mendagri (Permendagri) nomor 7 tahun 1998 pasal 11 (4) disebutkan, seluruh biaya tidak boleh melebihi 30% dari seluruh realisasi anggaran tahun berjalan atau berdasarkan Permendagri nomor 2 tahun 2007 pasal 12 (5) disebutkan seluruh biaya yang dikeluarkan tidak boleh melebihi 40% dari seluruh realisasi anggaran tahun berjalan.
Dibalik Buruknya Pelayanan
Kondisi ini menyebabkan pelayanan kepada konsumen sangat buruk. Bagaimana sebetulnya pola pengelolaan menejemen di perusahaan ini? Sekilas bahwa PDAM Tirtauli sendiri berdiri pada 1976 silam berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No 9 tahun 1976 tertanggal 8 Maret 1976. Perda itu selanjutnya disahkan oleh Gubernur Sumatera Utara dengan surat keputusan No 892/I/GSU tertanggal 19 April dan diundangkan dalam lembaran daerah Kota Pematangsiantar nomor seri B No 13 tertanggal 8 Maret 1976. Sampai tahun 2007, perusahaan ini memiliki pelanggan sebanyak 49.984 pelanggan.
Dari penelusuran hasil catatan Laporan Keuangan PDAM Tirtauli oleh auditor Independen dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatera Utara untuk tahun buku berakhir tanggal 31 Desember 2006 dan 2005 menyatakan, sampai saat ini laporan keuangan PDAM Tirta Uli tetap mengalami kerugian yang ‘berulangkali’ sehingga kerugian kumulatif sampai 31 Desember 2006 mencapai Rp21,67 miliar. Akibatnya, saldo ekuitas negatif mencapai angka Rp15, 6 miliar.
Dalam laporan perolehan pendapatan usaha PDAM melalui penjualan air pada tahun 2005 mampu mencapai angka Rp18, 96 miliar. Sedangkan pendapatan dari penjualan non air sebesar Rp1, 21 miliar. Artinya pendapatan total PDAM Tirtauli mencapai Rp20, 2 miliar. Untuk tahun 2006 hasil penjualan air mencapai Rp20, 72 miliar dan non air sebesar Rp1, 28 miliar dengan total pendapatan sebesar Rp21,999 miliar.
Uniknya, pengeluaran beban usaha perusahaan paling besar ditemukan pada beban umum dan adminitrasi. Untuk tahun 2005 mencapai sebesar Rp16, 67 miliar sedangkan tahun 2006 angka itu meningkat menjadi Rp17, 6 miliar. Angka ini jauh melampauai beban pengeluaran untuk transmisi distribusi air pada tahun 2005 yang hanya sebesar Rp5, 62 miliar dan tahun 2006 sebesar Rp5, 3 miliar. Untuk beban pengeluaran sumber air pada tahun 2005, PDAM Tirtauli mencatat angka sebesar Rp1, 67 miliar dan Rp1,80 miliar untuk tahun 2006.
Jika membandingkan beberapa pos pengeluaran, menurut garis besar laporan perhitungan laba dan rugi, ditemukan pengeluaran yang sangat fantastis pada biaya beban umum dan administrasi. Laporan ini patut diaudit oleh anggota DPRD, khususnya Komisi III selaku pengawas keuangan serta Komisi IV pengawasan pembangunan.
Hutang Sekitar Rp 33 Miliar Dihapuskan Dari penelusuran hasil catatan Laporan Keuangan PDAM Tirtauli oleh auditor Independen dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatera Utara untuk tahun buku berakhir tanggal 31 Desember 2006 dan 2005 menyatakan, sampai saat ini laporan keuangan PDAM Tirta Uli tetap mengalami kerugian yang ‘berulangkali’ sehingga kerugian kumulatif sampai 31 Desember 2006 mencapai Rp21,67 miliar. Akibatnya, saldo ekuitas negatif mencapai angka Rp15, 6 miliar.
Dalam laporan perolehan pendapatan usaha PDAM melalui penjualan air pada tahun 2005 mampu mencapai angka Rp18, 96 miliar. Sedangkan pendapatan dari penjualan non air sebesar Rp1, 21 miliar. Artinya pendapatan total PDAM Tirtauli mencapai Rp20, 2 miliar. Untuk tahun 2006 hasil penjualan air mencapai Rp20, 72 miliar dan non air sebesar Rp1, 28 miliar dengan total pendapatan sebesar Rp21,999 miliar.
Uniknya, pengeluaran beban usaha perusahaan paling besar ditemukan pada beban umum dan adminitrasi. Untuk tahun 2005 mencapai sebesar Rp16, 67 miliar sedangkan tahun 2006 angka itu meningkat menjadi Rp17, 6 miliar. Angka ini jauh melampauai beban pengeluaran untuk transmisi distribusi air pada tahun 2005 yang hanya sebesar Rp5, 62 miliar dan tahun 2006 sebesar Rp5, 3 miliar. Untuk beban pengeluaran sumber air pada tahun 2005, PDAM Tirtauli mencatat angka sebesar Rp1, 67 miliar dan Rp1,80 miliar untuk tahun 2006.
Jika membandingkan beberapa pos pengeluaran, menurut garis besar laporan perhitungan laba dan rugi, ditemukan pengeluaran yang sangat fantastis pada biaya beban umum dan administrasi. Laporan ini patut diaudit oleh anggota DPRD, khususnya Komisi III selaku pengawas keuangan serta Komisi IV pengawasan pembangunan.
Selama ini PDAM Tirtauli beroperasional mengandalkan uang subsidi dari APBD Kota Pematangsiantar dan dari departemen keuangan (Depkeu) pusat. Walau mempunyai pelanggan hingga puluhan ribu dan mendapat subsidi dana tersebut, tetap saja uang retribusi air dari pelanggan skala rumah tangga, ruko, perumahan elit, pabrik, usaha kecil dan menengah seolah tak sanggup membenahi krisis air hampir diseluruh Kota Pematangsiantar. Ironisnya, perusahaan ini mempunyai hutang non pokok (bunga dan denda) sekitar Rp33.780.026.609. Hutang ini pun mendapat ‘angin segar’ akan dihapuskan disertai
Proses permohonan penghapusan hutang non pokok dimulai Agustus 2008 lalu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) RI nomor : 107/PMK.06/2005 yang direvisi jadi
Berdasarkan Permenkeu RI nomor 120/PMK.05/2008, kurang lebih 365 PDAM dengan kategori besar, sedang dan kecil, dimana PDAM Tirtauli termasuk didalamnya akan peningkatan perbaikan dalam bidang finansial, manajemen, maupun perbaikan di bidang kinerja meliputi aspek keuangan, operasional dan administrasi. Sebelumnya Siantar juga mendapat julukan penggunaan dana APBD yang disclimer (tidak ada pendapat) dari BPK. Hutang PDAM Tirtauli ke
Optimalisasi Program
Informasi diperoleh dari pihak PDAM Tirtauli menguraikan bahwa debit air yang ada saat ini tidak mampu melayani pelanggan berikisar 52 ribu orang. Sehingga pendistribusian air tidak normal dan sering terganggu apabila terjadi pemadaman listrik. Sejauh ini solusi yang dilakukan yakni balancing tekanan, dengan cara debit air dari umbul didistribusikan secara gravitasi. Tetapi kebijakan ini pun tidak tercapai. Termasuk penyediaan sumur bor masih terkendala akibat kebiasaan listrik padam. Kendati demikian, perusahaan milik daerah ini akan mengoptimalkan kapasitas sumber air bersih. Karena selama ini kapasitas debit air cukup minim sehingga memicu keluhan masyarakat. Konfirmasi dengan Badan Pengawas PDAM Miduk Panjaitan, SH mengatakan pihaknya baru ini mengetahui informasinya. Atas kemelut yang tengah terjadi dikatakan akan ditindak lanjuti dengan memeriksa saluran air dan wawancara langsung ke rumah- rumah warga.
Penelusuran The Local News bahwa upaya penambahan debit air sudah dibangun tiga unit sumur bor masing masing dilokasi SMP N 1 Jalan Merdeka, Kelurahan Pardomuan, lalu di sekitar lokasi Peskesmas Kelurahan Kahean dan di Komplek SD Taman Asuhan Jalan Renville Kelurahan Merdeka. Ke tiga sumur bor yang dibangun ini sudah mengeluarkan air disertai pemasangan instilasi kerumah warga. Kemudian, upaya optimalisasi kapasitas sumber air seperti di Habonaron diperhitungkan penambahan sebanyak 75 liter per detik. Penambahan 75 liter per detik ini disinyalir masih mengatasi permintaan pelanggan baru belum mengatasi krisis air yang tengah terjadi. Informasi diperoleh dari pihak PDAM Tirtauli menguraikan bahwa debit air yang ada saat ini tidak mampu melayani pelanggan berikisar 52 ribu orang. Sehingga pendistribusian air tidak normal dan sering terganggu apabila terjadi pemadaman listrik. Sejauh ini solusi yang dilakukan yakni balancing tekanan, dengan cara debit air dari umbul didistribusikan secara gravitasi. Tetapi kebijakan ini pun tidak tercapai. Termasuk penyediaan sumur bor masih terkendala akibat kebiasaan listrik padam. Kendati demikian, perusahaan milik daerah ini akan mengoptimalkan kapasitas sumber air bersih. Karena selama ini kapasitas debit air cukup minim sehingga memicu keluhan masyarakat. Konfirmasi dengan Badan Pengawas PDAM Miduk Panjaitan, SH mengatakan pihaknya baru ini mengetahui informasinya. Atas kemelut yang tengah terjadi dikatakan akan ditindak lanjuti dengan memeriksa saluran air dan wawancara langsung ke rumah- rumah warga.
Upaya Penyehatan DPRD Sharing Ke Parepare
Upaya mengatasi keluhan masyarakat, Pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pematang Siantar pada bulan Juli lalu dengan menggunakan dana APBD berkunjung ke Kota Parepare, melihat secara dekat bagaimana kondisi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Parepare. Termasuk pemberlakuan tarif dan beberapa persoalan PDAM di kota ini. DPRD Kota Pematangsiantar beranggapan perlu melakukan sharing (diskusi-red) tentang pengelolaan PDAM sejalan dengan imej yang berkembang bahwa PDAM Parepare, dianggap berhasil mengelola pendistribusian dan pelayanan air bersih ke masyarakatnya. Hanya saja sharing DPRD belum membuahkan hasil untuk dirasakan masyarakat.
Beranjak dari permasalahan-permasalahan yang sedang dialami PDAM sehingga peningkatan pelayanan dibidang air bersih kepada masyarakat, saat ini terlihat masih kurang maksimal bahkan memprihatinkan. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan hanya dengan memperbaiki kinerja baik dibidang manajemen dan pengelolaan pengggunaan keuangan.
Berdasarkan hasil penelusuran The Local News, permasalahan umum yang dihadapi PDAM adalah cakupan pelayanan rendah, tingkat kehilangan air tinggi, tingkat penagihan piutang rendah, meningkatnya komponen biaya produksi, tarif yang belum menutupi biaya produksi, hutang yang sangat besar, inefisiensi tenaga kerja, kebijakan investasi kurang terarah, serta ‘campur tangan’ Eksekutif & DPRD terlalu besar dalam pengambilan kebijakan.
Dari kondisi di atas terlihat, sebagian besar permasalahan PDAM berasal dari manajemen dan operasional, sedangkan hal lain yaitu hutang yang cukup besar.Usaha penyehatan PDAM harus menyeluruh dilakukan guna mendapatkan hasil optimal bagi PDAM dan juga pelanggan. “Jika perbaikan dilakukan secara parsial, tentu akan memberikan dampak yang kurang signifikan pada tingkat kesehatan PDAM,” Ungkap pengamat pembangunan Siantar-Simalungun Mangasi Hasinggam Simanjorang, SH .
Menurut Mangasi, untuk penyehatan PDAM diperlukan usaha-usaha terpadu baik dari sisi PDAM yang didukung Pemerintahan Kota (Pemko) Pematangsiantar, DPRD, Masyarakat maupun dari sisi Pemerintah Pusat dengan menggabungkan seluruh potensi yang diharapkan penyehatan PDAM dapat lebih cepat terealisir. Usaha-usaha ini dapat dilakukan dengan membentuk Tim Penyehatan dengan anggotanya terdiri dari beberapa Departemen terkait diatas dibantu oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU), Bappenas, Depdagri, Depkeu dan dukungan dari organisasi Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesaia (Perpamsi) dalam satu titik koordinasi. (ren/jon)
Berdasarkan hasil penelusuran The Local News, permasalahan umum yang dihadapi PDAM adalah cakupan pelayanan rendah, tingkat kehilangan air tinggi, tingkat penagihan piutang rendah, meningkatnya komponen biaya produksi, tarif yang belum menutupi biaya produksi, hutang yang sangat besar, inefisiensi tenaga kerja, kebijakan investasi kurang terarah, serta ‘campur tangan’ Eksekutif & DPRD terlalu besar dalam pengambilan kebijakan.
Dari kondisi di atas terlihat, sebagian besar permasalahan PDAM berasal dari manajemen dan operasional, sedangkan hal lain yaitu hutang yang cukup besar.Usaha penyehatan PDAM harus menyeluruh dilakukan guna mendapatkan hasil optimal bagi PDAM dan juga pelanggan. “Jika perbaikan dilakukan secara parsial, tentu akan memberikan dampak yang kurang signifikan pada tingkat kesehatan PDAM,” Ungkap pengamat pembangunan Siantar-Simalungun Mangasi Hasinggam Simanjorang, SH .
Menurut Mangasi, untuk penyehatan PDAM diperlukan usaha-usaha terpadu baik dari sisi PDAM yang didukung Pemerintahan Kota (Pemko) Pematangsiantar, DPRD, Masyarakat maupun dari sisi Pemerintah Pusat dengan menggabungkan seluruh potensi yang diharapkan penyehatan PDAM dapat lebih cepat terealisir. Usaha-usaha ini dapat dilakukan dengan membentuk Tim Penyehatan dengan anggotanya terdiri dari beberapa Departemen terkait diatas dibantu oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU), Bappenas, Depdagri, Depkeu dan dukungan dari organisasi Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesaia (Perpamsi) dalam satu titik koordinasi. (ren/jon)