Selasa, 12 Oktober 2010

                                          Aksi Rakyat Siantar Tuntut Air Bersih
                                                    Kantor PDAM Siantar


                          Bocah Kecilpun Bergiat Cari Air Bersih

Krisis Air, Bukti Buruk Kinerja PDAM Siantar

Sudah bertahun tahun, masyarakat mengeluh karena selama ini pendistribusian air bersih yang dikelola pihak Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtauli Kota Pematangsiantar selalu dalam keadaan krisis yang sangat parah. Hampir semua pemukiman warga mengalami gejolak sehingga menimbulkan keresahan yang cukup memprihatinkan. Persediaan air bersih seolah sangat minim dan musim hujan yang hampir tiap hari mengguyur Kota Pematangsiantar, tak juga bisa diandalkan oleh PDAM sebagai kebijakan mengatasi hal tersebut.  

Sangkin gerahnya, pernah puluhan masyarakat dari Kelurahan Pardomuan, Kecamatan Siantar Timur pada bulan April lalu menyampaikan keberatan sembari membawa perlatan dapur dan alat cuci agar anggota DPRD Kota Pematangsiantar bertindak proaktif mengatasi keresahan yang makin ‘menggurita’. Aksi warga ini merupakan bagian implikasi dari keseluruhan konsumen yang mengeluh Di Kota Pematangsiantar, seperti krisi air di Kecamatan Siantar Utara dan Siantar Marihat. Kesulitan  membuat beberapa warga terpaksa membeli air eceran dalam kemasan jerigen dengan harga berkisar Rp2.000 per jerigen. Pasalnya, beban ini harus pula diatasi demi kebutuhan anak-anak menggunakan air bersih untuk mandi sebelum pergi sekolah, kebutuhan cuci pakaian, peralatan dapur, kebutuhan makan, minum dan sebagainya. Diduga,  pendistribusian air juga tidak merata dan terkesan diskriminatif. Melihat perumahan elit, ruko, pabrik tampaknya cukup jarang mengalami kenyataan krisis air. Yang cukup menyakitkan warga, apabila terlambat membayar tagihan rekening, akan mendapat jatah denda. Bahkan  pegawai PDAM datang mengancam melakukan pemutusan sambungan air.
Tingkat Kebocoran Air Tinggi
Keluhan masyarakat terhadap krisis air tampaknya bukan hanya semata-mata terbatasnya debit sumber air.  Selain itu tingkat kebocoran air produksi PDAM Tirtauli disinyalir kuat di atas 40%. Produksi air rata-rata mencapai 1.800.000 m3/bulan, namun yang bisa dijual ke pelanggan tidak sebesar angka tersebut. Masih ada tingkat kebocoran hingga sekitar 42% dan sejauh ini diduga penyebab kebocoran adalah pipa penyalur baik pipa transmisi maupun pipa distribusi, yang sudah tua. Pipa masih mengandalkan pasangan tahun 1978 silam. Artinya, sudah mencapai usia 22 tahun. Selama ini, upaya proaktif pihak PDAM Tirtauli masih berkutat pada aksi menutup pipa bocor dan perbaikan penutupan pipa tua. Tentu saja, jika sebuah bagiannya diperbaiki, maka beberapa waktu kemudian tiga meter dari bagian yang diperbaiki akan bocor. Alhasil, kebocoran pun tetap tinggi. Agar tingkat kebocoran bisa ditekan hingga di bawah angka 4%, seharusnya PDAM mengganti pipa tua. Pasalnya, target di bawah 40% sebenarnya juga masih jauh di bawah rekomendasi pemerintah. Akan tetapi, bila tingkat kebocoran terus ditekan, efisiensi kinerja perusahaan dipastikan meningkat yang secara pelahan pula dapat meningkatkan pendapatan perusahaan.
Kelebihan Pegawai Dan Ketekoran Uang
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 47 tahun 1999 tentang pedoman penilaian kerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), ternyata jumlah pegawai PDAM Tirta Uli Kota Pematangsiantar sudah berlebihan sekitar 256 orang dari sekitar 550 jumlah seluruh pegawainya. Baik pegawai tetap maupun honor.  Jika angka itu dibandingkan dengan 52 ribu-an  jumlah pelanggan tentu sudah sangat berlebihan. Pasalnya, rasio pegawai dengan pelanggan di tingkat kota yakni 6 pegawai berbanding 1.000 pelanggan. Artinya enam pegawai sudah dapat melayani 1.000 pelanggan. Demikian pula menyangkut pendapatan air dan non air PDAM Tirtauli yang terdiri dari uang air, perawatan meter, biaya administrasi, air tanki, bea materai, sambungan instalasi baru, upah tukang, uang barang, ganti meter, bea balik nama dan denda pencurian air diduga lebih banyak disedot untuk biaya penghasilan direksi, honorarium, Badan Pengawas, penghasilan pegawai dan biaya tenaga kerja lainnya.
Padahal, berdasarkan Peraturan Mendagri (Permendagri) nomor 7 tahun 1998 pasal 11 (4) disebutkan, seluruh biaya tidak boleh melebihi 30% dari seluruh realisasi anggaran tahun berjalan atau berdasarkan Permendagri nomor 2 tahun 2007 pasal 12 (5) disebutkan seluruh biaya yang dikeluarkan tidak boleh melebihi 40% dari seluruh realisasi anggaran tahun berjalan.
Dibalik Buruknya Pelayanan

Kondisi ini menyebabkan pelayanan kepada konsumen sangat buruk. Bagaimana sebetulnya pola pengelolaan menejemen di perusahaan ini? Sekilas bahwa PDAM Tirtauli sendiri berdiri pada 1976 silam berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No 9 tahun 1976 tertanggal 8 Maret 1976. Perda itu selanjutnya disahkan oleh Gubernur Sumatera Utara dengan surat keputusan No 892/I/GSU tertanggal 19 April dan diundangkan dalam lembaran daerah Kota Pematangsiantar nomor seri B No 13 tertanggal 8 Maret 1976. Sampai tahun 2007, perusahaan ini memiliki pelanggan sebanyak 49.984 pelanggan.
Dari penelusuran hasil catatan Laporan Keuangan PDAM Tirtauli oleh auditor Independen dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatera Utara untuk tahun buku berakhir tanggal 31 Desember 2006 dan 2005 menyatakan, sampai saat ini laporan keuangan PDAM Tirta Uli tetap mengalami kerugian yang ‘berulangkali’ sehingga kerugian kumulatif sampai 31 Desember 2006 mencapai Rp21,67 miliar. Akibatnya, saldo ekuitas negatif mencapai angka Rp15, 6 miliar.
Dalam laporan perolehan pendapatan usaha PDAM melalui penjualan air pada tahun 2005 mampu mencapai angka Rp18, 96 miliar. Sedangkan pendapatan dari penjualan non air sebesar Rp1, 21 miliar. Artinya pendapatan total PDAM Tirtauli mencapai Rp20, 2 miliar. Untuk tahun 2006 hasil penjualan air mencapai Rp20, 72 miliar dan non air sebesar Rp1, 28 miliar dengan total pendapatan sebesar Rp21,999 miliar.
Uniknya, pengeluaran beban usaha perusahaan paling besar ditemukan pada beban umum dan adminitrasi. Untuk tahun 2005 mencapai sebesar Rp16, 67 miliar sedangkan tahun 2006 angka itu meningkat menjadi Rp17, 6 miliar. Angka ini jauh melampauai beban pengeluaran untuk transmisi distribusi air pada tahun 2005 yang hanya sebesar Rp5, 62 miliar dan tahun 2006 sebesar Rp5, 3 miliar. Untuk beban pengeluaran sumber air pada tahun 2005, PDAM Tirtauli mencatat angka sebesar Rp1, 67 miliar dan Rp1,80 miliar untuk tahun 2006.
Jika membandingkan beberapa pos pengeluaran, menurut garis besar laporan perhitungan laba dan rugi, ditemukan pengeluaran yang sangat fantastis pada biaya beban umum dan administrasi. Laporan ini patut diaudit oleh anggota DPRD, khususnya Komisi III selaku pengawas keuangan serta Komisi IV pengawasan pembangunan.
Hutang Sekitar Rp 33 Miliar Dihapuskan
Selama ini PDAM Tirtauli beroperasional mengandalkan uang subsidi dari APBD Kota Pematangsiantar dan dari departemen keuangan (Depkeu) pusat. Walau mempunyai pelanggan hingga puluhan ribu dan mendapat subsidi dana tersebut, tetap saja uang retribusi air dari pelanggan skala rumah tangga, ruko, perumahan elit, pabrik, usaha kecil dan menengah seolah tak sanggup membenahi krisis air hampir diseluruh Kota Pematangsiantar. Ironisnya, perusahaan ini mempunyai hutang non pokok (bunga dan denda) sekitar Rp33.780.026.609. Hutang ini pun mendapat ‘angin segar’ akan dihapuskan disertai surat keputusan dari Menteri Keuangan RI. Pengajuan penghapusan hutang, mendapat penelitian tim kelompok kerja terdiri dari Depkeu RI, Departemen PU RI, Bappenas, Depdagri dan BPK membawahi BUMD. Kemudian diperiksa lagi oleh tim teknis yang tetap dari empat departemen tersebut ditambah dari Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP). Disinyalir hutang non pokok berupa bunga dan denda tersebut akan dihapuskan dan disetujui tim teknis.
Proses permohonan penghapusan hutang non pokok dimulai Agustus 2008 lalu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) RI nomor : 107/PMK.06/2005 yang direvisi jadi Permenkeu RI nomor : 120/PMK.05/2008 tanggal 19 Agustus 2008.
Berdasarkan Permenkeu RI nomor 120/PMK.05/2008, kurang lebih 365 PDAM dengan kategori besar, sedang dan kecil, dimana PDAM Tirtauli termasuk didalamnya akan peningkatan perbaikan dalam bidang finansial, manajemen, maupun perbaikan di bidang kinerja meliputi aspek keuangan, operasional dan administrasi. Sebelumnya Siantar juga mendapat julukan penggunaan dana APBD yang disclimer (tidak ada pendapat) dari BPK. Hutang PDAM Tirtauli ke Depkeu RI berdasarkan berita acara rekonsiliasi pinjaman tanggal 29 Oktober 2008 yang dihitung sampai dengan cut off date tanggal 19 Agustus 2009 berkisar Rp43.166.035.573,62. Jumlah hutang pokok sejak 1 Agustus 1987 sampai 23 Juli 1997 sebesar Rp9.386.008.964,44 dan jumlah hutang non pokok Rp33.780.026.609,18. Penghapusan hutang non pokok ini mengharuskan pihak PDAM menyusun finpro dan business plan tahun 2008 sampai 2012, mencakup seluruh aspek rencana perbaikan kinerja dan pengembangan PDAM Tirtauli. Saat ini jumlah pegawai PDAM berkisar 531 orang disertai Kepala Bagian, Kepala Cabang 11 orang dan Kepala sub seksi 64 orang. Diperkirakan PDAM akan melakukan penyesuaian tarif dasar air (TDA) dari Rp580 menjadi Rp920 per meter kubik. Disinyalir bahwa penyesuaian tarif dasar air ini bukan untuk membayar hutang, tapi meningkatkan pelayanan, kinerja dan penambahan debit air.
Optimalisasi Program
Informasi diperoleh dari pihak PDAM Tirtauli menguraikan bahwa debit air yang ada saat ini tidak mampu melayani pelanggan berikisar 52 ribu orang. Sehingga pendistribusian air tidak normal dan sering terganggu apabila terjadi pemadaman listrik. Sejauh ini solusi yang dilakukan yakni balancing tekanan, dengan cara debit air dari umbul didistribusikan secara gravitasi. Tetapi kebijakan ini pun tidak tercapai. Termasuk penyediaan sumur bor masih terkendala akibat kebiasaan listrik padam. Kendati demikian, perusahaan milik daerah ini akan  mengoptimalkan kapasitas sumber air bersih. Karena selama ini kapasitas debit air cukup minim sehingga memicu keluhan masyarakat. Konfirmasi dengan Badan Pengawas PDAM Miduk Panjaitan, SH mengatakan pihaknya baru ini mengetahui informasinya. Atas kemelut yang tengah terjadi dikatakan akan ditindak lanjuti dengan memeriksa saluran air dan wawancara langsung ke rumah- rumah warga.
Penelusuran The Local News bahwa upaya penambahan debit air sudah dibangun  tiga unit sumur bor masing masing dilokasi SMP N 1 Jalan Merdeka,  Kelurahan Pardomuan, lalu di sekitar lokasi Peskesmas Kelurahan Kahean dan di Komplek SD Taman Asuhan Jalan Renville Kelurahan Merdeka. Ke tiga sumur bor yang dibangun ini sudah mengeluarkan air disertai pemasangan instilasi kerumah warga. Kemudian, upaya optimalisasi kapasitas sumber air seperti di Habonaron diperhitungkan penambahan sebanyak 75 liter per detik. Penambahan  75 liter per detik ini disinyalir masih mengatasi permintaan pelanggan baru belum mengatasi krisis air yang tengah terjadi.
Upaya Penyehatan DPRD Sharing Ke Parepare
Upaya mengatasi keluhan masyarakat, Pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pematang Siantar pada bulan  Juli lalu dengan menggunakan dana APBD berkunjung ke Kota Parepare, melihat secara dekat bagaimana kondisi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Parepare. Termasuk pemberlakuan tarif dan beberapa persoalan PDAM di kota ini. DPRD Kota Pematangsiantar beranggapan perlu melakukan sharing (diskusi-red) tentang pengelolaan PDAM sejalan dengan imej yang berkembang bahwa PDAM Parepare, dianggap berhasil mengelola pendistribusian dan pelayanan air bersih ke masyarakatnya. Hanya saja sharing DPRD belum membuahkan hasil untuk dirasakan masyarakat.
Beranjak dari permasalahan-permasalahan yang sedang dialami PDAM sehingga peningkatan pelayanan dibidang air bersih kepada masyarakat, saat ini terlihat masih kurang maksimal bahkan memprihatinkan. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan hanya dengan memperbaiki kinerja baik dibidang manajemen dan pengelolaan pengggunaan keuangan.
Berdasarkan hasil penelusuran The Local News, permasalahan umum yang dihadapi PDAM adalah cakupan pelayanan rendah, tingkat kehilangan air tinggi, tingkat penagihan piutang rendah, meningkatnya komponen biaya produksi, tarif yang belum menutupi biaya produksi, hutang yang sangat besar, inefisiensi tenaga kerja, kebijakan investasi kurang terarah, serta ‘campur tangan’ Eksekutif & DPRD terlalu besar dalam pengambilan kebijakan.
Dari kondisi di atas terlihat, sebagian besar permasalahan PDAM berasal dari manajemen dan operasional, sedangkan hal lain yaitu hutang yang cukup besar.Usaha penyehatan PDAM harus menyeluruh dilakukan guna mendapatkan hasil optimal bagi PDAM dan juga pelanggan. “Jika perbaikan dilakukan secara parsial, tentu akan memberikan dampak yang kurang signifikan pada tingkat kesehatan PDAM,” Ungkap pengamat pembangunan Siantar-Simalungun Mangasi Hasinggam Simanjorang, SH .
Menurut Mangasi, untuk penyehatan PDAM diperlukan usaha-usaha terpadu baik dari sisi PDAM yang didukung Pemerintahan Kota (Pemko) Pematangsiantar, DPRD, Masyarakat maupun dari sisi Pemerintah Pusat dengan menggabungkan seluruh potensi yang diharapkan penyehatan PDAM dapat lebih cepat terealisir. Usaha-usaha ini dapat dilakukan dengan membentuk Tim Penyehatan dengan anggotanya terdiri dari beberapa Departemen terkait diatas dibantu oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU), Bappenas, Depdagri, Depkeu dan dukungan dari organisasi Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesaia (Perpamsi) dalam satu titik koordinasi. (ren/jon)





Manipulasi Babak Baru Di RSU Djasamen Saragih


Proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Djasamen Saragih milik Pemerintahan Daerah Kota Pematangsiantar ini seolah tak pernah henti-hentinya dari masalah. Rencana pembangunan gedung rumah sakit ini selalu menuai kritikan dari berbagai kalangan. Sepertinya jadi ajang ‘silaturahmi’ tahunan bagi para pejabat dan pemborong.
Diduga, proses tender berbiaya sekitar Rp30 Miliar bersumber dari APBN yang dilakukan panitia saat ini sarat dengan KKN. Begitupun rencana pembangunan tetap akan dilakukan dimulai hari Rabu (6/10).
Modus Tender Ulang?
Informasi diperoleh The Local News bahwa kucuran dana sebesar Rp30 M, dibagi menjadi tiga item mulai dari perencanaan, pengawas/konsultan dan fisik. Ketika menelusuri kejanggalan ini melakukan konfirmasi kepada direktur rumah sakit dr. Ronal Saragih dengan singkatnya mengatakan tidak punya waktu menjawab pertanyaan untuk disuguhkan kepada masyarakat luas. “Enggak sempat, saya mau ke luar kota. Sama pimpro aja kalau mau konfirmasi,” katanya sambil buru-buru pergi. Bernardus Sinaga, SH selaku Pimpinan proyek (pimpro) mengatakan proses tender yang sudah dilakukan pada Agustus 2010 lalu dilakukan sebanyak dua kali hingga panitia mengeluarkan surat pengumuman hasil pelelangan dengan Nomor 13/PNT/VIII/APBN/2010 yang isinya bahwa panitia melakukan pelelangan ulang dengan cara mengundang ulang semua peserta lelang yang tercantum dalam daftar calon peserta lelang untuk mengajukan penawaran ulang secara lengkap. Karena perusahaan yang mengikuti proses tender ada yang tidak memenuhi syarat administrasi dan dinyatakan gugur.
Setelah melakukan tender ulang, selanjutnya panitia mengeluarkan pengumuman hasil lelang tertanggal 22 September 2010 dan menetapkan pemborong dari Jakarta PT. Leo Tunggal Mandiri yang beralamat di Jl. Letjend. Suprapto No. 29 L, RT 007 RW 002, Kelurahan Harapan Mulia Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat dengan direktur Leonard Silalahi, SE sebagai pemenang tender. Menurut panitia harga penawaran terkoreksi dari perusahaan ini sebesar Rp26.904.383.909,63 (Dua puluh enam miliar sembilan ratus empat juta tiga ratus delapan puluh tiga ribu sembilan ratus sembilan rupiah).
Soal proses tender yang dilakukan pun kata Bernardus Sinaga tidak ada masalah. Tapi kenapa sampai dua kali dilakukan?.  “Tidak ada masalah, semua berjalan dengan baik. Memang ada perusahaan yang melakukan sanggahan, tapi sudah kita jawab. Peletakan batu pertama direncanakan hari Rabu ini oleh bapak Walikota,” tuturnya.
Sinaga memaparkan bahwa gedung yang akan dibangun ini akan berlantai 3 (tiga) dan 4 (empat) dengan masa pelaksanaan proyek direncanakan 85 (delapan puluh lima) hari dan masa pemeliharaan selama 1 (satu) tahun pada luas bangunan kira-kira 5.400 M2.
Pemenang Tender Dinilai Tak Sah
Penuturan Pimpro proyek RSUD Dr. Djasamen Saragih ini berbeda pula dengan apa yang diutarakan salah satu kontraktor yang mengikuti proses lelang, Agusto Silalahi. Pria ini  mengatakan banyak masalah dalam proses lelang yang dilakukan panitia. Menurutnya, panitia seharusnya mengerti apa yang dilakukan padahal biaya perencanaan teknis untuk proyek ini menelan dana berkisar Rp3 Miliar. Dikatakan bahwa Panitia juga diduga tidak memenuhi syarat-syarat berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 karena personil panitia juga silih berganti. “Hasil pantauan kita bahwa pemenang tender dan pemenang cadangan proyek RSUD dr. Djasamen Saragih bermasalah kerena melampirkan dukungan beton Ready Mix dari Kraton di KIM Mabar Medan. Apa ini tidak menyalahi spesifikasi teknis beton pak? Manipulasi apa lagi yang terjadi pada tender ini? Kontrak/SPMK nya saja belum ada, kenapa pula sudah kerja? Dasarnya apa?? Hancurlah…!,” beber direktur PT. Karya Agung Sejati Nadajaya ini.

Melihat permasalahan yang ada, ketua salah satu asosiasi pemborong ASPEKINDO Rudolf Hutabarat yang juga anggota DPRD kota Pematangsiantar mengatakan bahwa semua proses yang dilakukan harus berpedoman pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003. “Kalau kita sekarang mempermasalahkan soal Spek bangunan yang dibuat oleh panitia, itu seharusnya kita pertanyakan pada saat penjelasan kantor dan penjelasan teknis. Di situlah kita pertanyakan hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan Standar Pembangunan di Indonesia,” katanya. Ketika ditanya apakah dia mengikuti perkembangan proses tender ini, dia mengaku mengetahuinya. “Kita tahu, itu kan proses tendernya diulang. Tender pertama gagal, lalu diadakan tender ulang yang pesertanya adalah perusahaan-perusahaan yang memasukkan penawaran pada saat tender pertama. Tidak boleh bertambah lagi,” ujarnya. Menjawab keraguan berbagai kalangan tentang masa pelaksanaan yang relatif singkat, Hutabarat menjawab bahwa itu ada ketentuannya. “Jika perusahaan pemenang tender tidak mampu melaksanakan pekerjaan sesuai batas waktu yang ditentukan, akan didenda. Jika sampai 31 Desember 2010 pekerjaan tidak selesai atau katakanlah hanya berjalan sekitar 50%, maka kontraktor harus mengembalikan semua dana pelaksanaan itu ke Pusat melalui Departemen Keuangan dan memberikan jaminan pemelaksanaannya,” tukasnya. Menyoal kenapa perusahaan yang dari luar daerah pemenang dalam tender, katanya karena memang di Siantar-Simalungu belum ada perusahaan yang mempunyai grade 7 yaitu klasifikasi perusahaan berdasarkan jumlah proyek yang akan dikerjakan sebagai syarat untuk mengikuti proses tender. “Itu harus perusahaan grade 7 yakni perusahaan yang mampu mengerjakan proyek di atas 25 milliar dan harus berbadan hukum. Tetapi perusahaan yang mengerjakan proyek di atas duapuluh lima miliar itu wajib melakukan sub-sub pekerjaan kontraktor kepada perusahaan-perusahaan lokal dalam rangka pembinaan. Sub pekerjaan itu tidak boleh pekerjaan utama atau pekerjaan struktur melainkan minor item seperti pembuatan taman, selokan-selokan yang ada, dan lain-lainlah. Semua proses sampai kepada pembangunan rumah sakit itu adalah penting, tetapi yang paling penting bagi saya adalah alat-alat kesehatan yang akan dimasukkan. Walikota harus memikirkan itu karena rumah sakit itu dibangun adalah untuk pelayanan yang maksimal kepada masyarakat,” sebut Hutabarat.
Mirip Kejadian Sebelumnya
Penerapan sistim pemerintahan sejak era desentralisasi atau biasa disebut dengan era otonomi daerah secara universal di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dikuatkan oleh UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang mana kebijakan ini diambil dengan tujuan agar jalannya roda pemerintahan lebih lancar di daerah-daearah. Sayangnya, harapan itu dominan pupus, kebijakan malah menjadi bumerang bagi sebagian daerah. Monopoli kekuasaan pun terkesan tumbuh subur. Padahal, berbagai produk hukum sudah dilegitimasi untuk menguatkan amanah desentralisasi ini dengan menata bagaimana bentuk wewenang dan tugas kepemimpinan di lembaga eksekutif, judikatif dan keterwakilan rakyat di lembaga legislatif. Fenomena seperti itu salah satunya terjadi di Kota Pematngsiantar.
Banyak masalah mencuat di kota berhawa sejuk ini dan kategorinya sangat serius. Setidaknya hal ini dapat dilihat dengan sederatan permasalahan yang tengah mencuat,  pernah mencuat dan tenggelam lagi di tengah-tengah masyarakat. Gejolak politik dan hukum dari pelaksanaan tender perbaikan bangsal di Rumah Sakit Umum (RSU) pada tahun 2005 lalu menelan dana sekitar Rp1,9 miliar pun diselimuti masalah. Sayangnya, kendati lembaga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan mantan Walikota Siantar, RE Siahaan dan Wakilnya Imal Raya Harahap dinyatakan bersalah karena terbukti turut bersekongkol memenangkan salah satu perusahaan sebagai pemenang tender, dan rentetan putusan KPPU tersebut oleh DPRD Siantar kemudian mengajukan kasus ini ke Mahkamah Agung agar dieksaminasi terkait pelanggaran sumpah dan janji jabatan pasangan sang mantan Kepala dan Wakil Kepala Daerah tersebut. Kebijakan DPRD ini setelah Panitia Khusus (Pansus) meminta pimpinan DPRD yang saat itu dijabat Lingga Napitupulu, Saud Simanjuntak dan Sirwan Hazly Nasution  mengakomodir hak angket. Hak penyelidikan umum ini pun sudah membuahkan hasil yang mana saat itu DPRD memutuskan memberhentikan mantan Walikota RE Siahaan dan Wakilnya Imal Raya Harahap dari jabatan sebagai Kepala Daerah di Kota Pematangsiantar. Tidak tanggung-tanggung tindak lanjut proses pemberhentian pun dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) DPRD No 12/2008. saat itu juga  demi memenuhi syarat prosedural sesuai UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, tim DPRD mendatangi kantor Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara (Pempropsu) guna bertemu dengan Gubernur, Syamsul Arifin agar menerbitkan surat rekomendasi kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sebagai mekanisme pemberhentian tersebut. DPRD juga menyampaikan keputusan secara langsung kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kejaksaan Agung dan DPR-RI. Tapi naasnya, semua upaya hukum dan hasil karya politik DPRD ini hanya ‘isapan jempol’ belaka tanpa hasil apapun. Hingga memasuki babak periodeisasi jabatan kepala daerah keputusan pemberhentian tetap tak ‘bertaring’. 
Dampak Pelayanan
Apakah ada pengaruh pelayanan kesehatan terhadap pergantian Direktur RSU Djasamen Saragih? Jawabannya tentunya sangat berpengaruh. Pantauan The Local News di sekitar RSU Djasamen Saragih belakangan ini, situasi di rumah sakit sangat tidak menggairahkan seperti hari-hari sebelumnya. Para pegawai dan perawat terlihat tidak bergairah melayani pasien yang berobat ke sana.
Pemko Siantar sendiri tampaknya berusaha menutup-nutupi perubahan pelayanan ini terhadap masyarakat dengan berilis sebuah berita melalui Badan Infokom Pemko Siantar yang menyebutkan aktifitas rutin di RSUD Djasamen Saragih berjalan dengan baik. Hal ini jelas pembohongan publik. Dengan kasat mata, kita dapat melihat kalau kualitas pelayanan terhadap masyarakat menurun akibat suasana kerja yang tidak kondusif sejak bergantinya kepemimpinan dari dr. Ria Nofida Telaumbanua MKes kepada dr Ronald Saragih. Padahal RSU Pematangsiantar ini sudah pernah ditetapkan sebagai Rumah Sakit Model Akreditasi. Sisi lainnya, Ria Telaumbanua juga saat itu kepada media massa memaparkan adanya intervensi yang memaksa dirinya untuk menyanggupi setoran dana sebesar Rp1,5 miliar yang diambil dari anggaran APBD RSU dr Djasamen Saragih tahun 2008 kepada Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar.
Konon, uang itu diduga akan digunakan untuk menutupi dana tunjangan fungsional guru. Saat itu Ria meminta membuat surat resmi apa alasan penyerahan dana yang diambil dari mata anggaran triwulan III dan IV APBD. Tetapi permintaan itu gagal dengan konsekuensi dirinya terpaksa melepaskan jabatannya sebagai direktur di RSU Djasamen Saragih. Lantas siapakah wajah baru yang akan hadir sebagai direktur era kepemimpinan Hulman dan Koni?
Membenahi Yang Bobrok
Tampaknya rumah sakit milik pemerintah ini selalu menjadi perhatian serius tidak hanya proses pembangunan yang direncanakan akan dimulai Oktober ini, tentang managemen dan pelayanannya juga oleh masyarakat dianggap bobrok. Penelusuran The Local News merunut keterangan para pasien yang di rawat di rumah sakit ini seperti pengakuan Boimen warga Tanjung Pinggir, dia sudah satu minggu berada di RSU ini tetapi tidak mendapat respon pelayanan dari tenaga medis layaknya orang sakit. “Apa karena kita orang yang tidak mampu ya?,” kata pria pensiunan karyawan kebun PTPN III ini. Hal senada juga disampaikan bapak Silalahi warga Parmonangan Tiga Balata Kabupaten Simalungun. Awalnya luka yang ada di kakinya cukup kecil karena hanya terhantuk batu. Tetapi ketika dibawa ke rumah sakit ini luka itu bukannya sembuh melainkan makin parah dan kondisi kakinya membengkak. Dia mengaku dokter yang merawatnya pun tidak memberikan keterangan rinci tentang penyakitnya. “Sakit saya ini jadinya sejenis infeksi yang yang sudah sampai ke tulang, itu kata dokter Guntur Perangin-angin,” ujar Silalahi. Selain tidak memberikan rincian diagnosa penyakit yang di derita, dr. Guntur Perangin-angin juga mengatakan bahwa rumah sakit tidak mampu lagi melakukan perawatan terhadap Silalahi. Meyarankan untuk berobat ke rumah sakit di Medan.
Kembalikan Aja Jabatan Direktur
Pelayanan kesehatan dan managemen rumah sakit ini mendapat kritikan keras dari Jansen Napitu, ketua Lembaga Pelaporan Aset dan Kekayaan Negara (Lepaskan). Napitu memberikan penilaian yang buruk terhadap rumah sakit ini.
“RSU itu sudah amburadul, dokter tidak bisa diperintah, kepala perawatan tidak becus. Dokter Ronal Saragih tidak mempunyai kemampuan dalam managemen membenahi rumah sakit. Kembalikan saja dia ke Dinas Kesehatan, rumah sakit itu harus dipimpin oleh orang yang memang mampu. Selain itu, dokter-dokter PNS yang ada di rumah sakit harus konsentrasi karena mereka digaji Negara dari uang rakyat. Jangan lebih mementingkan kepentingan diri sendiri dengan fokus ke rumah sakit swasta. Dokter juga jangan beranggapan bahwa perawat itu adalah pembantunya. Lain Dokter lain perawat. Mereka itu mitra. Tenaga medis perlu dibina karena kalau tidak punya etika” papar Napitu. Menyangkut pergantian direktur yang gencar-gencarnya dibincangkan masyarakat katanya lebih baik mengembalikan jabatan kepada dr Ria Telaumbanua.  “Saya sangat setuju kembali dipimpin dr Ria karena Dr. Ronal Saragih tidak mempunyai kemampuan dalam managemen rumah sakit. Jabatan itu harus diberikan kepada orang yang mempunyai kapabilitas seperti dr Ria Telaumbanua,” tukas Jansen Napitu.
Wajah Lama Itu Sudah Bermasalah
Pergantian silahkan dilakukan tetapi jangan lagi wajah-wajah lama lagi. Kalau bisa, wajah baru dan punya kemampuan managemen rumah sakit tentunya. Karena orang-orang baru bisa membuat suasana rumah sakit lebih fresh. Kalau wajah lama? Yah..kemelut lama pun bakal terjadi lagi deh disana,” tutur Ruli Silalahi, mahasiswa FKIP Nommensen.
Kami Minta Walikota Jangan Pilih Wajah Lama
Melihat kemelut yang selama ini terjadi di rumah sakit umum itu, kami selaku masyarakat dan pasien meminta ketegasan Walikota Hulman Sitorus supaya jangan melibatkan diri pada kemelut atau dendam lama antara sesame pejaba  direktur. Sebaiknya mencari wajah baru orang Siantar yang memang punya prestasi dibidang manajamen rumah sakit. Karena bila yang lama dipertahankan akan memicu konflik sesame tenaga medis yang bekerja di Rumah Sakit kebanggaan siantar ini,” ungkap Mona Mariza warga Timbang Galung. (eno/ren) 




Senin, 11 Oktober 2010

Dunia Nyata Lebih Indah Dibanding Dunia Akting



Selebriti yang satu ini dibesarkan dari keluarga single parent. Tapi justru membuatnya lebih kuat dan pantang menyerah menjalani hidup. Sejak kecil dirinya dibiasakan oleh sang almarhum Ayahandanya Salinder Singh mempunyai ambisi dan impian menggapai cita-cita sesuai bakat yang dimiliki dan berkat dukungan keluarga pulalah  mengantarkan Secha nama akrab sebutan Siti Maisarah kelahiran Pematangsiantar 22 Juni 1985 meraih kesuksesan didunia selebriti. Anak ke tiga darilima bersaudara ini merasakan puncak sukses menggeluti dunia selebriti dan memiliki predikat aktris kondang di Ibukota Jakarta bukan didapat begitu saja. Impian sukses yang diraihnya sejalan dengan bakat yang dimiliki sejak kecil.
Tapi setelah beberapa tahun disibukkan aktifitas syuting film dan beranjak dari kenangan manis bersama sahabatnya saat menikmati suasana malam di daerah elite Kemang Jakarta, babak baru kehidupan Secha pun menghampiri. Tanpa sengaja wanita berparas ayu ini berkenalan dengan seorang pria pengusaha asal Pekan Baru Ir. Yuyun Hidayat, ST, MSs. Kenalan mereka membuatnya gregetan dan jalinan cinta pun lahir ketika Yudha nama akrab pria ini memberi perhatian serius hingga akhirnya Secha melabuhkan hatinya memutuskan menikah 14 Juni 2009 silam. Setelah pernikahan inilah Secha memutuskan berhenti dari dunia akting walau dunia yang digemari masyarakat ini telah membesarkan namanya di seantero Indonesia. Secha membulatkan tekad ikut suami dan menjadi isteri yang soleha. “Aku sangat menikmati duniaku saat ini. Aku rasa sudah cukup di dunia acting,” ujarnya.
Tentang perjalanan karir yang dilaluinya, awalnya diusia remaja bakat itu sudah diterapkan di dunia modeling. Tak tanggung tanggung, dia pun meraih segudang prestasi.
“Dari kecil saya sudah menyukai dunia entertain dan bundalah yang selalu memberi support bahkan pertama kali membuka jalan tepatnya tahun dua ribu lalu ngikutin peragaan busana pengantin. Wuih..saat itu rasanya sangat canggung dan sangat malu akhirnya aku pulang dengan tangan kosong deh. Tapi jangan salah.., pengalaman pertama itu yang memacu semangatku membuktikan pada diri sendiri bahwa suatu saat keberhasilan itu akan datang,” tutur Secha kepada The Local News.
Dikehidupan berikutnya tepatnya tahun 2002, wanita berparas Indo Hindustan ini pun percaya diri menerima penghargaan juara 2 Putri Danau Toba. Sejak itulah, Secha makin percaya diri sebagai pusat perhatian masyarakat di dunia modeling karena selalu unggul sebagai sang juara. Seperti juara PUTRI AVON Siantar-Simalungun. Jadi The Best CATWALK JEANS di Kota TEBING TINGGI. Lalu juara tiga pemilihan putra putri
Siantar-Simalungun. Secha mengaku prestasi ini tak luput dukungan dan doa sang ibundanya Husni Purnama Waty. Secha teringat ketika pengalaman pertama di lokasi  syuting agak malu karena bahasa (dialog) nya sangat kental dialog batak. Tapi yang pasti Secha harus tampil dengaan kondisi fisik prima dan tak luput mendekatkan diri kepada  Allah SWT. Ada pesan yg selalu diingatkan mami. Tidak sedikit cobaan disaat casting. Bersyukurlah kamu dengan prestasimu,” ujar Secha meniru ucapan mama tercintanya. Daftar Film yang diperani Secha ; ROMEO AND JULIET, SITKOM KEJAR KANCIL (RCTI), OBSESI CINTA FTV (SCTV), CINTA DI GANG BELAKANG (SCTV), DIATAS SAJADAH CINTA (TRANS TV), SUKA SAMA SUKA (GLOBAL TV), KETAWA BARENG KOMENG (GLOBAL TV), JUST ALVIN (METRO TV), NAGA ONAR (LATIVI). Tak hanya itu Secha juga punya kenangan sebagai PRESENTER I GOSIP PAGI (TRANS 7). (ren)