“ Uang Lelah “DPRD Siantar, Suap atau Korupsi?
AKP Azharuddin, Kasat Reskrim Polresta Pematangsiantar, mengatakan soal pemberian “uang lelah” dari Pemko (Pemerintah Kota) Pematangsiantar pada anggota DPRD Kota Pematangsiantar, merupakan kesalahan fatal. Alasannya, menurut Azaharuddin, karena membagi-bagi uang negara.
Sehiggga dugaan pemberian uang negara dengan istilah “uang lelah” itu, kata Azharuddin pihak Kepolisian akan melakukan lidik. “ Kita akan melakukan lidik, belum mengarah tindakan pengusutan,” ujar AKP Azharuddin, saat dikonfirmasi Jumat (4/11), sekitar pukul 11.12 Wib.
Berbeda pula dikatakan Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Pematangsiantar, Linardo Sinaga,SH hanya berucap ‘no comment’ soal “uang lelah” anggota DPRD Pematangsiantar. Alasannya belum mengetahui pasti isu yang beredar luas di Pematangsiantar.
Menanggapi dugaan penyimpangan itu Advokat Nopemmerson Saragih SH, menuding pemberian “uang lelah” itu, bisa diindikasi tindakan suap. Karena menurut Pengacara kawakan ini, jenis uang seperti itu tidak ada pengalokasiannya dalam anggaran Pemko. “Legalitasnya hukumnya juga tak ada diatur. Tindakan itu bisa diindikasikan suap atau korupsi,” sebut Nopemmerson.
Penegasan disampaikan Nopemmerson, senada dengan kritisan Jierry Semampaow, Pengamat Politik Nasional, sekaligus Koodinator Komite Pemilihan Indonesia (TePI). Pria yang satu ini mengatakan pos anggaran pemberian “uang lelah” dalam APBD setiap daerah, itu tidak ada. Kalau soal uang rapat DPRD, katanya sudah memiliki pos anggaran tersendiri.
Kajian Jierry, pemberian uang itu bukannya uang lelah, tapi uang jasa memperlancar proses LKPj dan P-APBD. “Jika itu adanya, sudah tindakan fatal dan sangat menyalahi aturan dan perundang-undangan yang ada,” sebutnya.
Untuk sekedar mengetahui, bahwa LKPj Tahun 2010 dan P-APBD Tahun 2011, yang telah selesai dilaksanakan di gedung DPRD berjalan mulus. Dibalik kemulusan itu beredar pula isu bahwa anggota DPRD disebut-sebut menerima uang lelah.
Kerancuan itu mencuat diawali adanya potongan Rp250 ribu, oleh oknum pejabat di Sekretariat DPRD (Setwan). Pemotongan itu ditujukan pada pegawai Setwan dan 'pengamanan' wartawan.
Pembenaran isu itu juga terungkap dari salah seorang anggota dewan salah satu Parpol (Partai Politik) terbesar di Pematangsiantar. Sumber Konstruktif mengaku menerima uang itu dari pihak eksekutif. Namun, disebut pemotongan Rp 250 ribu dari sejumlah uang yang diterima, bukannya biaya 'pengamanan' wartawan, melainkan diberi ke pegawai Sekretariat DPRD. Pengakuan yang sama, dari anggota dewan berasal dari partai kecil menyebut menerima uang sebesar Rp7, 5 juta.
Di tempat berbeda Sekwan (Sekretaris Dewan) DPRD, Mahadin Sitanggang, dikofirmasi melalui pesan singkat telepon selular, membantah soal 'uang lelah' tersebut. Dia juga membantah soal pemotongan uang itu.
Pembenaran isu itu juga terungkap dari salah seorang anggota dewan salah satu Parpol (Partai Politik) terbesar di Pematangsiantar. Sumber Konstruktif mengaku menerima uang itu dari pihak eksekutif. Namun, disebut pemotongan Rp 250 ribu dari sejumlah uang yang diterima, bukannya biaya 'pengamanan' wartawan, melainkan diberi ke pegawai Sekretariat DPRD. Pengakuan yang sama, dari anggota dewan berasal dari partai kecil menyebut menerima uang sebesar Rp7, 5 juta.
Di tempat berbeda Sekwan (Sekretaris Dewan) DPRD, Mahadin Sitanggang, dikofirmasi melalui pesan singkat telepon selular, membantah soal 'uang lelah' tersebut. Dia juga membantah soal pemotongan uang itu.
Wacana dugaan dan pengakuan menerima “uang lelah”, ini pun mendapat kritikan dari Ketua Presidium Study Otonomi dan Pembangunan Demokrasi (Sopo), Kristian Silitonga, Selasa (1/11).
Menurut Kristian Silitonga, “uang lelah” terindikasi sebagai bentuk gratifikasi atau suap yang dilakukan eksekutif (Pemko Pematangsiantar) terhadap legislatif (DPRD Pematangsiantar). Sehingga hal itu menjadi hal yang berbahaya. Jika dibiarkan, maka ini sama saja dengan pengkhianatan rakyat. (*)
Menurut Kristian Silitonga, “uang lelah” terindikasi sebagai bentuk gratifikasi atau suap yang dilakukan eksekutif (Pemko Pematangsiantar) terhadap legislatif (DPRD Pematangsiantar). Sehingga hal itu menjadi hal yang berbahaya. Jika dibiarkan, maka ini sama saja dengan pengkhianatan rakyat. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar