Rabu, 09 November 2011

Remaja Siantar Simalungun Kian Dijerat Seks Bebas


 
Tak bisa dipungkiri bahwa perubahan perilaku kawula muda di era serba modern ini, semakin mengkhawatirkan. Cara pergaulan ala Barat sudah merebak hampir diseluruh pelosok negeri.  Tak lepas di Kota Pematangsiantar, Simalungun dan daerah lainnya. Kaum remaja tak sungkan lagi melakoni seks bebas, sekaligus hanyut dalam sugesti narkoba.
Mereka tak mau dikatai ketinggalan zaman. Makanya ikutan pergaulan bebas. Sehingga condong pada seks bebas, penyalahgunaan narkoba, pemberontakan kepada orangtua, organisasi-organisasi aneh yang tidak jelas kemana tujuannya.
Sisi gelap itu bisa berlangsung lama, bila tidak segera ditanggulangi.  Angka kejahatan –pun makin meroket termasuk resiko kematian di usia dini.
Pergeseran budaya itu berbeda dengan tekad dilontarkan mantan Presiden Bung Karno dan Bung Hatta. Kala itu Bung Karno menegaskan bahwa revolusi harus dilakukan karena rakyat hidup dalam penindasan. Rakyat harus bebas dari jajahan. Namun semangat itu makin lama makin buyar. Bahkan perilaku menyimpang-pun, marak. Ironisnya, mengarah perusakan generasi bangsa.  
Kata seks sering kita dengar dan tidak pernah sepi di telinga. Seks merupakan topik yang paling kontroversial.  Kebanyakan orang memandang seks itu sesuatu yang ”menyeramkan, jorok, menjijikkan, kotor bahkan nista”. Seks dianggap tabu,  dan tak pantas dibicarakan terbuka tanpa alasan yang jelas.  Sering pula diidentikkan dengan haram yang berlumur dosa. Benarkah demikian?.
Meskipun dianggap suatu yang tak layak, tapi orang –orang tak pernah pula bosan membicarakannya. Disatu sisi seolah acuh. disisi lainnya butuh. Justifikasi agama- pun kerap dipakai”membungkam” remaja ketika bertanya tentang seksual. Akhirnya dengan segala ketertutupan dan segala pameo termasuk prasangka buruk,  membuat banyak remaja kian penasaran. Bisa pula menumbuhkan niat melakoninya.
Alhasil karena larut kemajuan zaman dengan cara pergaulan bebas, ditambah kemudahan mengakses pornografi, maka lahirlah revolusi baru yaitu seks bebas dibarengi  jeratan narkoba. Yang pasti semua itu berdampak amat buruk.

Titik Rawan Asusila

Setiap objek wisata, memang cukup rawan jadi praktek asusila. Amatan Konstruktif di beberapa tempat-tempat, seperti di permandian sungai Karang Anyer Simalungun, permandian umum di sekitaran Kecamatan Sitalasari Pematangsiantar, permandian Sampuran di sekitaran kebun Kelapa Sawit milik PTPN IV Tiga Balata,  Pantai danau di Tigaras, di Parapat, bahkan sekitaran pantai di Ajibata Tobasa. Beberapa lokasi yang di susuri Konstruktif itu, diduga tak jarang dimanfaatkan jadi lokasi eksekusi asusila.

Pemandangan saban hari  di lokasi objek wisata itu, sering pula dipenuhi pelajar berbagai SMP maupun SMA. Kalau sudah diselimuti ‘nafsu’, mereka memilih lokasi sepi agar tidak dijangkau pengunjung lainnya.

Pengunjung objek wisata itu rata-rata dari Pematangsiantar, Simalungun, Tobasa, Tebing Tinggi, bahkan dari Kota Medan. Di lokasi ini bukan hanya tersedia lahan permandian umum, seperti di Karang Anyer, Tigaras, dan Parapat juga menyediakan losmen/ hotel dan rumah-rumah warga sebagai tempat peristirahatan. Sewa kamarnya variatif, mulai Rp15 ribu sampai ratusan ribu rupiah. Fasilitas istirahat itu sering jadi tempat hunian.

Saat Konstruktif tiba di permandian Karang Anyer milik Pemkab Simalungun dan Permandian umum disekitaran Kecamatan Sitalasari, terlihat beberapa pelajar sedang mandi-mandi sambil bercanda ria. Sebagiannya lagi, asyik berbincang-bincang disekitaran lokasi sungai aliran Bah Bolon. Mereka tak enggan duduk diatas sehelai tikar,  walau berlainan jenis kelamin. Ada juga duduk diatas batu dan ada yang mesara dalam gubuk kecil disediakan warga setempat.

Bahasa tubuh mereka pun tampak amat mesra. Ada yang saling berpelukan, ada juga terlihat seorang pria tengah rebahan diatas pangkuan pelajar wanita. Barang tentu adegan itu sembari berkisah tentang rajutan asmara yang dijalin anak baru gede (ABG). Suasana romantis  ini tampaknya sudah biasa dilakoni pelajar. Terkadang untuk mengelabui sorot pandang masyarakat, mereka mengenakan pakaian biasa. Maklum, jika pakaian sekolah, bisa-bisa kena razia, bahkan kena dampratan keluarga.   

 

Berharap ada perhatian dari pihak terkait, setidaknya mengurangi populasi praktek mesra ala ABG, lokasi itu memang tak luput jadi sasaran razia Kepolisan. Termasuk tim pengamanan sekolah dari Dinas Pendidikan setempat. Sayangnya upaya me-razia kebiasaan buruk pelajar, tidak pula-lah rutin. Maka praktek seks bebas, bisa jadi makin menjadi jadi. Tak heran, bila perbuatan melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan pasangan suami isteri- pun, akan terjadi.

Beranjak dari Karang Anyer, Konstruktif juga menuju objek rekreasi disekitaran  Kecamatan Sitalasari, Pematangsiantar. Disini didapati sekelompok remaja sedang mojok disekitaran lahan kebun sawit. Pemandangannnya hampir sama. Dua gadis remaja dengan empat pria sebaya,  sedang menikmati suasana romantika. Mereka berkelakar, bercumbu dan terhanyut dalam suasana.  Entah adegan apa lagi yang mereka lakukan hingga lupa bahwa yang mereka lakukan adalah salah.  

Begitu pula situasi di Taman Bunga pusat Kota Pematangsiantar. Di lokasi rekreasi hijau itu, terlihat jelas hampir saban hari para pelajar duduk berpasangan. Ada yang duduk dipelataran rumput, di atas tikar dan beberapa lainnya duduk santai di warung jajanan makanan dan minuman yang ada di luar taman bunga. Terkadang mereka larut suasana sampai sore hari, karena nikmatnya berduaan. Hanya saja, mereka sedikit sikap sungkan karena ramainya pengunjung di lokasi yang terbuka itu.

Fenomena cinta ABG, tidak pula hanya disitu. Beberapa tempat hiburan juga salah satu pemicu praktek asusila remaja. Ada dengan modus café menyediakan music keyboard, ada juga hiburan karoke. Tak sulit menemukan tempat hiburan seperti itu di Kota Pematangsiantar dan Simalungun. Kadang ada ABG terang-terangan mau jadi budak seks, ada juga yang terselubung. Kalau terselubung, biasanya dipesan melalui sang ‘mamy’ (mucikari-red) yang sudah terorganisir dengan rapi. Artinya, sembari sekolah, sembari pula nyambi jadi budak seks.

Inilah kisah seorang Mahasiswi salah satu Universitas di Kota Pematangsiantar. Kita sebut aja namanya Muna. Gadis cantik itu kini hidup menggeluti dunia seks bebas.  Kepada Konstruktif, Muna buka bicara bagaimana kisahnya pasrah harus terjun di dunia itu. Di Kampusnya, Muna tercatat pelajar semester tiga, jurusan keguruan. Dia memang asli anak Siantar. Tapi bukan berarti Muna tak punya alasan kenapa harus terjun ke dunia malam.
Agar tidak aib bagi keluarga, Muna memilih kos disekitaran Kampusnya.  Memang sosok Muna tidak bercak hitam atau noda apapun ketika digendong sang ibunya saat baru lahir. Jalan pintas digelutinya, sama sekali tak terbersit dalam cita-citanya. Hanya saja, cengkraman ekonomi yang serba sulit, membuatnya harus ikut berbagi beban dengan kedua orangtuanya. Lima tahun sudah, Muna menekuni profesi sebagai wanita panggilan dari usia belia hingga di usianya 21 tahun.    
”Bapak saya itu hanya kuli bangunan. Bukan kerja kantoran, apalagi PNS. Kami ini hidup miskin. Sampai kapan saya bisa bertahan kalau tidak kuliah sambil kerja. Apalagi beban sekolah adik-adikku, juga harus kubantu,” ceritanya memelas.
Entah ada prasangka buruk atau tidak, tapi yang pasti Muna mengatakan orangtuanya hanya diam seribu bahasa  ketika dia memberi uang belanja adik-adiknya, termasuk kebutuhan sehari-hari.  Rasa lelah, pasti-lah dirasakan Muna. Di siang hari harus sibuk kuliah, kalau malam, dia harus kerja menjaja tubuh mulusnya. Memang Muna tidak seperti PSK lainnya yang kebanyakan nongkrong di tempat-tempat prostitusi.

Kadang, dia harus merayu sang mucikari supaya diberi jatah pria hidung belang. ”Biasanya aku kerja sampai jam 5 pagi bang,” katanya singkat. Kalau soal teknis negosiasi dengan pasien, Muna berujar ada dua cara yang dilakukannya. Bisa lewat mucikari, bisa juga sang hidung belang, langsung berhubungan dengan Muna. Kalau tamu sedang sepi, Muna tak enggan banting harga tarif rendah yaitu Rp100.000.
Ketika disinggung apakah profesi itu akan tetap dilakoninya hingga masa tua, Muna hanya bisa berucap pasrah. ”Aku pasrah ikuti seleksi alam aja bang,” jawabnya sembari menghela nafas panjang. 
Pengalaman getir dirasakan Muna, tak beda pula apa yang dialami seorang gadis pelakon seks bebas lainnya. Sebut saja namanya Bunga. Dia mau bicara setelah Konstruktif berupaya merayu supaya membuka tabir dibalik profesi yang digelutinya sebagai penjaja seks komersil (PSK).

Bunga bersua dengan Konstruktif di sebuah café jajanan makanan dan minuman yang sudah biasa sebagai ajang nongkrong kawula muda, di sekitaran pusat Kota Pematangsiantar. Rahasia Bunga pun terungkap  kenapa dirinya mau menjaja tubuh mulusnya kepada pria hidung belang.

Yang pasti dia mengaku bukan penduduk asli Siantar, melainkan dari daerah tetangga dekat. Saat itu, Bunga sedang bincang-bincang dengan beberapa kerabatnya. Dengan  agak ragu, Bunga – pun mengaku tadinya dia tidak kepikiran larut di dunia malam. Namun saat di usia remaja beranjak dewasa, dia mulai paham dan merasakan sulitnya ekonomi keluarganya. Hidupnya pas-pas-an. Jangankan mau ngikut trend gaya anak kota. Untuk kebutuhan rumahtangga saja, katanya orangtuanya amat kesulitan. Maklum, kata Bunga, orangtuanya hanyalah buruh kasar. “Sebenarnya aku pengen sekolah tamat perguruan tinggi. Tapi apa mau kukata bang, orangtuaku gak mampu,” kisah gadis ayu berkulit sawo matang  itu dengan raut wajah mulai agak muram. 

Bunga mengiakui, pertama kali menyerahkan ‘mahkotanya’ pada pria, saat Ia usia 16 tahun. Kala itu Bunga masih duduk di bangku kelas 1 SMA. Hanya saja dia tak mau cerita siapa pria yang berhasil merayu dan menggoda imannya. Bunga bak gadis cantik nan molek, walau kini usia 26 tahun, masih pula terlihat energik. Tubuhnya cukup langsing dan berpostur ideal. Maka laki-laki yang ingin ditemaninya rata-rata diberi tarif tiga sampai lima ratus ribu rupiah. “Itu masih murah, tidak sebanding dengan apa yang diperbuat hidung belang amaku bang. Banyak permintaan mereka yang harus kuturuti,” katanya.

Begitupun, Bunga dengan lirih mengaku terkadang dalam satu bahkan dua hari, dia kesepian order dari pria penikmat seks bebas. Sedangkan kebutuhan hidupnya harus pula ditutupi. Belum lagi menyisihkan penghasilan kepada orangtua dan adik-adiknya.

Tabloid ini mulai mengulas jalan gelap yang dipilihnya itu. Tak sungkan-sungkan dia mengaku bahwa apa yang dikerjakannya adalah pekerjaan yang ternoda. Bahkan dijauhi masyarakat. “Demi bertahan hidup, aku terpaksa melakukan ini bang. Gimanalah aku bisa meninggalkan kerja ini, mau cari kerja lain pun susah.  Aku itu harus membantu orang tua dan adik-adikku dikampung,” sahutnya.

Ketika mau ditanya lebih jauh, dia mulai tak kerasan dan langsung memotong perbincangan, sembari menanya apakah Konstruktif juga mau ditemani olehnya. Dengan dalih kondisi badan kurang fit, Konstruktif-pun coba mengelak sembari menyelipkan selembar uang pecahan Rp50 ribu ditangannya.  

Data Riset
Bicara soal seks, seorang remaja pasti penasaran bila tidak diberi pencerahan yang baik dan benar. Ia akan mencari informasi dari sumber manapun. Akibat simpang siur, bisa saja tertarik mencoba melakukannya. Penyakit kelamin dan HIV/AIDS- pun siap mengintai. Hubungan keluarga juga bisa rusak, maka menjamurlah  prostitusi, gangguan kamtibmas dan berkembangnya penyakit masyarakat lainnya.
Penegasan data dari Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menguraikan 15% remaja Indonesia mulai usia 10-24 tahun, telah melakukan hubungan seksual diluar nikah. Diantara itu, 85 % melakukannya di dalam rumah. Kemudian, United Nation Population Fund (UNPF) dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mensinyalir jumlah kasus aborsi di Indonesia mencapai 2,3 juta pertahun. 20 persen dilakukan remaja.
Belum lama ini ada muncul keinginan sekelompok masyarakat agar aborsi dilegalkan. Hasrat itu berdalih demi menjunjung hak azasi manusia. Karena tiap tahun kasus aborsi kian meningkat. Jika ini di legalkan, seperti terjadi di negara-negara Barat, akan merusak tatanan agama, budaya dan adat bangsa.
Orang –pun tidak perlu menikah melakukan hubungan seks. Pelepasan tanggung jawab kehamilan bisa pula diatasi dengan aborsi. Legalisasi aborsi bukan sekedar masalah kesehatan reproduksi lokal, tapi termasuk pemaksaan gaya hidup kapitalis sekuler yang dipropagandakan PBB melalui ICDP (International Conference on Development and Population) tahun 1994 di Kairo, Mesir.
Sedangkan wanita melakukan aborsi, akan mengalami ragam siksaan. Biasanya  derita hilang harga diri (82%), teriak-teriak histeris (51%), mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%), ingin bunuh diri (28%), terjerat obat-obat terlarang (41%), dan tidak bisa menikmati hubungan seksual (59%).

Dokter Boyke, pakar soal seks menegaskan tidak benar pula bila dikatakan seseorang yang melakukan aborsi, tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang. Ungkapan itu sangat menyesatkan wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan. Sehingga resiko aborsi merusak kesehatan dan keselamatan, baik fisik maupun gangguan psikologis.
Lalu, sebuah perusahaan riset Internasional Synovate atas nama DKT Indonesia melakukan riset perilaku seksual remaja berusia 14-24 tahun sebanyak 450 remaja dari Medan, Jakarta, Bandung dan Surabaya.

Hasil penelitian, mengungkapkan 64% remaja mengaku secara sadar melakukan hubungan seks pra-nikah. Kesadaran itu –pun ternyata tidak mempengaruhi prilaku seksual mereka. Alasannya,  melakukan hubungan seksual itu, terjadi begitu saja tanpa direncanakan.
Hasil penelitian ini juga memaparkan para remaja tidak memiliki pengetahuan khusus dan komprehensif mengenai seks. Informasi tentang seks (65%) mereka dapatkan melalui teman, Film Porno (35%), sekolah (19%), dan orangtua (5%). Dari persentase ini dapat dilihat bahwa informasi dari teman lebih dominan dibandingkan orangtua dan guru. Padahal teman sendiri tidak begitu mengerti permasalahan

Tak kalah peran, kalau soal merusak kaum remaja, selain perilaku seks bebas, jeratan narkoba juga sangat beresiko tinggi. Yang satu ini tak boleh dipandang sebelah mata. Sebutan kata narkoba,  biasanya singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya. Apabila  zat itu dimasukan kedalam tubuh manusia, baik secara oral (diminum), dihirup, maupun disuntikan, bisa mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, bahkan merubah perilaku seseorang. Yang pasti berdampak merugikan masyarakat umum.

Zat dalam narkoba sebenarnya digunakan untuk pengobatan dan penelitian. Tapi karena berbagai alasan, mulai dari keinginan coba-coba, ikut trend/gaya, lambang status sosial, ingin melupakan persoalan, maka disalahgunakan.

Sadisnya lagi, resiko penggunaan bila terus menerus dan berlanjut, akan menyebabkan ketergantungan atau candu. Tingkatan penyalahgunaan narkoba itu saat ini menjangkiti kaum remaja.

Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok usia remaja. Masalahnya lebih gawat bila penggunaan narkoba  tertular dan menularkan HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini terbukti dari pemakai narkoba melalui jarum suntik secara bergantian.

Semakin banyaknya penyalahgunaan narkoba usia remaja, menjadi salah satu faktor peningkatan kejadian HIV/AIDS. Data Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah pengguna narkoba di Indonesia sekitar 35 % adalah siswa SMU dan 30 % siswa SMP. Kondisi tersebut berhubungan dengan jumlah penderita HIV/AIDS yang sekitar 80 % adalah remaja usia 18-28 tahun.
Realita itu membuat miris para pegiat yang konsen terhadap penyalahgunaan narkoba dan seks bebas di kalangan remaja.

Minim Perhatian Dan Resiko Teknologi

Melihat meningkatnya kenakalan remaja, Kennedy Parapat, Ketua Komisi II DPRD Kota Pematangsiantar mengatakan, pertama dimohon kepada Disdik agar lebih memantapkan monitoring, melalui patroli setiap jam sekolah. Hal ini,  kata Kennedy untuk memperketat fungsi pengawasan.

Ketidak kehadiran para siswa ke sekolah, kata anggota DPRD yang diusung Partai Indonesia Baru (PIB)  itu menambahkan, sekolah harus memberitahukan kepada masing-masing orangtua, agar diketahui benar atau tidaknya alasan ketidak hadiran siswa.

Sebagai upaya penanggulangan remaja,  katanya fungsi  kegiatan ekstra kurikuler, baik sifatnya pengembangan minat dan bakat maupun pembinaan mental dan moral, harus tetap dilakukan pihak sekolah, baik swasta maupun negeri.
"Ini yang bisa kita lakukan, mengingat kelembagaan kita bukan eksekutor, melainkan legislator, sehingga upaya pengawasan dapat kita tuangkan melalui pengharapan kepada orangtua pelajar, Pemko dan lembaga sosial lainnya, "  sebut Kennedy.

fakta tersebut di atas,  Kennedy, mengharap agar perhatian orangtua lebih konsentrasi, mengingat ruang interaksi seorang anak lebih banyak di lingkungan sosial tempatnya berada, di banding di lingkungan pendidikannya. Perkembangan psikologi anak harus di pantau, termasuk pengawasan alat kelengkapan menggunakan teknologi canggih, yang tidak bisa dihempang apa efek negatif dan positipnya. “Bisa dilihat banyaknya remaja terjebak pergaulan bebas. Perkembangan teknologi informasi, tidak bisa kita hambat karena sangat dinamis. Kapan saja remaja bisa memanfaatkan teknologi itu,” ingatnya .

Analisa senada juga terucap dari Advokad Poniran Napitu SH, mengatakan kenakalan remaja pengaruh teknologi informasi seperti Televisi, Hand Phone (HP), akses internet dan  facebook, sangatlah rentan. “Kondisi emosional mereka belum stabil, maka tak sulit terjebak hubungan seksual. Karena dengan melihat, mendengar dan membaca berpengaruh besar melakukan seks termasuk jeratan narkoba,” sebut Poniran mengingatkan.

Solusinya, kata Poniran diharap orang tua lebih proaktif mengawasi anak. Demikian juga peran guru di lingkungan sekolah masing-masing. “Guru bisa membuat peraturan ketat melarang pelajar bawa HP di lingkungan sekolah. Selain itu melakukan razia secara kontiniu. Kepolisian juga tanggap menindak dan mengantisipasi kenakalan remaja demi masa depan generasi bangsa kita,” sebut Poniran.

Upaya Penanggulangan Pemerintah

Kondisi krisis tengah melanda kaum remaja dengan perilaku seks bebas dan konsumsi narkoba, tak bisa dibiarkan begitu saja. Posisi tak berdaya remaja, harus segera ditanggulangi semua pihak. Terutama Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun. Keterangan dari Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Simalungun Dr Saberina Tarigan melalui Rosman Saragih bidang pengolah program peyakit AIDS mengatakan, program penanggulangan HIV/AIDS masih terus dilakukan.

Katanya, Dinkes selalu sosialisasi bahaya HIV/AIDS melalui petugas kesehatan dan masyarakat, seperti mini loka karya dipuskesmas,  juga pemeriksaan sero survei HIV/AIDS dengan mengambil sampel darah. Paling rawan pengidap penyakit ini katanya kaum wanita penjajah seks komersil (PSK) dibeberapa lokalisasi yakni di Perdagangan, Parapat, terutama Bukit Maraja. Penanggulangan itu dengan menyediakan klinik VCT seperti di Kerasaan. “Kita juga jalin kerjasama dengan VCT RSUD Djasamen Saragih, dan anggarannya ditampung dalam APBD,” jelasnya.

Keterangan dari Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar, untuk mengetahui data soal berapa jumlah remaja hamil usia muda, sampai saat ini diketahui pula hanya satu. Begitu juga soal aborsi, baik karena traumatik dan penyakit. Keterangan itu disampaikan Kepala Dinas Kesehatan, melalui  Kepala Bidang Pengandalian Masalah Kesehatan (Dalmaskes), dr Terang Kembaren.

Kepala Bidang Dalmaskes itu,  mengatakan dinasnya lebih fokuskan pada Poliklinik VCT RSUD Djasamen Saragih.

Sedangkan data jumlah  masyarakat terjangkit HIV/ AIDS, berdasarkan pelaporan yang diterima, kata Kembaren, jumlahnya sebanyak 90 orang. Jumlah itu berdasar pelaporan pada instansi terkait. Namun bila data dari Medan dimasukkan, bisa melebihi jumlah tersebut. Karena, urai Terang Kembaren bahwa temuan dari Dinas Kesehatan Medan, ada beberapa orang warga Siantar yang mengidap penyakit HIV/AIDS. " Hasil temuan di Medan, beberapa penderita penyakit ini ada yang dari Siantar," papar dr Terang Kembaren yang ber-postur tubuh tinggi itu.
Disinggung tentang  banyaknya praktek Bidan dan Dokter Kandungan di Kota Pematangsiantar, apakah memberi laporan data pasien setiap minggu atau per-bulannya kepada Dinas Kesehatan, kata Terang Kembaren itu tak pernah pula dilakukan. Sehingga pihaknya –pun tak tau apakah ada praktek aborsi atau tidak di praktek-praktek tersebut.
Rumitnya masalah remaja ini, dr Terang Kembaren memastikan bahwa Dinas yang sedang dipimpinnya itu akan menselaraskan program ini dengan pihak Puskesmas untuk lebih peka terhadap kasus aborsi dan HIV/AIDS. 

Dokter Terang Kembaren menjelaskan saat ini Dinkes juga menerapkan  LAJJS (Layanan Alat Jarum Suntik Steril). Karena katanya, umumnya selain seks bebas, penyebab utama terjangkit virus HIV/ AIDS adalah pecandu Narkoba yang memakai jarum suntik.

Begitu pula mengadopsi keterangan dari pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar, seputar insiden hamil di usia muda, melalui Poliklinik VCT, mengatakan jumlah remaja hamil hingga melahirkan, belum ada. Begitu juga dengan aborsi.

Alasan  itu dikuatkan lagi oleh dr Saidin Saragih kepala CST (Care Support Treatmen) di Poliklinik VCT  itu. Dengan tidak adanya menangani insiden itu, maka dr Saidin menegaskan tidak ada pula tindakan termasuk  penyuluhannya dan pencegahannya. Namun, kata Saidin, jumlah penderita HIV AIDS, berdasarkan data diberikan Poliklinik VCT, per- Pebruari 2010 sampai September 2011, jumlah laki-laki 52 orang dan  perempuan 16 orang.

Pasien yang sempat mengkonsumsi obat sesuai anjuran pihak medis, menurut data yang diterima sebanyak 32 orang. Dari jumlah itu, 7 orang telah meninggal. Pasien yang dirujuk ke luar daerah karena pindah domisili, sebanyak 5 orang. Maka saat ini sebanyak 20 orang penderita HIV/AIDS di Kota Pematangsiantar.

Data itu kata dr Saidin berdasarkan jumlah penderita yang ditangani. Sehingga, tidak tertutup kemungkinan angka penderita HIV AIDS di Kota Pematangsiantar melebihi dari jumlah tersebut.
Dokter yang terkesan lemah lembut itu, mengaku bahwa Pemko Pematangsiantar tidak menyediakan anggaran dalam APBD untuk pembinaan dan penanganan penderita HIV/ AIDS ke RSUD Djasmen Saragih. Apalagi pembelian alat test darah seharga Rp600 juta.

Kasus di Tangani Polisi Bermotif Pacaran

Menyangkut kasus hukum akibat pergaulan bebas dan narkoba dilakoni kaum remaja itu, menurut  Kapolresta Pematangsiantar AKBP Alberd TB Sianipar SIK  melalui Bripka Robinson Saragih SH, selaku Kanit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak), mengatakan bahwa perkara kasus cabul anak di bawah umur yang masuk ke jajarannya, kebanyakan bermotif pacaran. Kalau soal kekerasan seks atau pemerkosaan,  kata Bripka Robinson Saragih, sangatlah kecil.

Penerapan hukum yang dilakukan pihak Kepolisian Siantar, kata Kanit PPA  berstatus masih lajang itu,  menjelaskan apabila tersangka di bawah umur, sebagai pelaku cabul, tidak serta merta harus dilakukan penahanan. Pihaknya tetap melakukan kajian perkara, tetapi tidak menyimpang dari regulasi hukum yang berlaku.

Polisi berparas tampan itu menganalisa bahwa terjadinya tindak pencabulan, pertama sekali kurangnya pengawasan orangtua pada  anak-anaknya.

"Selain lepas dari perhatian orangtua, selebihnya disebabkan kemajuan dan kecanggihan teknologi,"  kajian Robin. Maka, Robinson menghimbau, pemakaian tekonologi informasi di kalangan anak di bawah umur, sedapat mungkin tidak luput dari pengawasan orangtua.

sementara, data diperoleh dari Unit PPA Polresta Pematangsiantar ,  bahwa Korban cabul dibawah umur tahun 2010 yang masuk ranah hukum sebanyak 12 orang. Sedangkan soal tersangka yang terjerat hukum dibawah umur  sebanyak 5 orang. Kemudian, tahun 2011 dari Januari hingga Oktober,  korban cabul dibawah umur , sebanyak 19 orang. Sebagai tersangka kasus hukum ada 5 orang yang di bawah umur.

Jaksa Kita Tak Acuh
Sayangnya, ketika fenomena serius itu hendak dikonfirmasi kepada pihak Kejaksaan Simalungun, guna mengetahui berapa data anak dibawah umur selama satu tahun ini terlibat kasus pencabulan, atau pemerkosaan, termasuk kasus narkoba, Jaksa Cony Sagala,SH selaku Kasi Pidum Kejari Simalungun,  terkesan mengelak, Rabu (12/10), sekira pukul 12.00. wib. 

Pejabat Kejaksaan Simalungun itu, malah mengabaikan Konstruktif dalam melakukan tugas jurnalis untuk diberitakan kepada masyarakat luas. Walau sudah diminta sedikit waktu member keterangan, malah sibuk melayani tamu pedagang Kredit Laptop.  Amatan Konstruktif, terlihat ruangan kerja Kasi Pidum itu disubukkan transaksi  Laptop. Beberapa Jaksa dan pegawai lainnya juga tampak silih berganti keluar masuk ruangannya, untuk memesan laptop.

Padahal, salah satu kasus ditangani Kejaksaan Simalungun menangani perkara yang sempat menyita perhatian masyarakat luas, karena terdakwa kasus pencabulan anak dibawah umur Frenky Hutauruk alias Hengky (24), penduduk Jalan Haji Ulakma Sianaga, Kecamatan Siantar , Kabupaten Simalungun, sempat ‘kabur'. 
Kejadian itu membuat Conny Sagala kesulitan menghadirkan terdakwa ke hadapan Majelis Hakim. Pasalnya, berkas yang akan disidangkan tidak disertai terdakwa. Hakim pun tidak mau melanjutkan sidangnya.
 
Belum Pernah Sidang Narkoba Anak di Bawah Umur?

Merebaknya narkoba di jaman sekarang, sampai-sampai menghinggapi kaum remaja dan tidak memandang jenis kelamin apakah perempuan atau laki-laki, menurut keterangan dari Samuel Ginting,SH, Humas Pengadilan Negeri (PN) Simalungun mengatakan sampai saat ini pihaknya belum pernah melakukan persidangan kasus narkoba bagi remaja.  "Selama saya bertugas disini belum ada kasus narkoba anak dibawah umur yang kita sidangkan," tukas Ginting saat dikonfirmasi Kamis (13/10).

Hanya saja, kalaupun hakim melakukan vonis pada terdakwa kasus narkoba, Humas PN Simalungun itu mengatakan kalau ada bukti sebagai pengguna,  maksimal 4 tahun.

Kalau terdakwa sebagai perantara dan penjual minimal dijatuhi pidana kurungan 4 tahun, dan maksimalnya 20 tahun. " Tidak menutup kemungkinan seumur hidup,"  jelas  Samuel.

Petinggi Lapas Tak Boleh Dijumpai
Sayangnya, berapa jumlah narapidana kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas IIa Pematangsiantar, tidak bisa pula diperoleh.  Petugas keamanan pintu masuk pertama Lapas, Noor  Zor Harahap langsung meminta Konstruktif agar datang dilain waktu. "Maaf pak, para atasan sedang rapat dan tidak bisa diganggu," kilah Noor Zor Harahapa, Kamis (13/10), sekira pukul 10.30 Wib.

Namun petugas keamanan itu menyodorkan buku tamu dengan alasan bila kemudian hari Konstruktif datang lagi, sudah terdaftar dan sudah diketahui apa tujuan ke LP itu.

Ancaman Yuridis
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesusilaan pasal 229 ayat (1) dikatakan bahwa perbuatan aborsi yang disengaja atas perbuatan sendiri atau meminta bantuan pada orang lain dianggap sebagai tindakan pidana yang diancam dengan hukuman paling lama 4 tahun penjara atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
Ayat (2) pasal 299 tersebut melanjutkan bahwa apabila yang bersalah dalam aborsi tersebut adalah pihak luar ( bukan ibu yang hamil ) dan perbuatan itu dilakukan untuk tujuan ekonomi, sebagai mata pencarian, maka hukumannya dapat ditambah sepertiga hukuman pada ayat (1) diatas.
Apabila selama ini perbuatan itu dilakukan sebagai mata pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan mata pencarian tersebut. Kemudian pada pasal 346 dikatakan bahwa wanita yang dengan sengaja menggugurkan kandungannya atau meyuruh orang lain untuk melakukan hal itu diancam hukuman penjara paling lama empat tahun.
Pada pasal 347 ayat (1) disebutkan orang yang menggugurkan atau mematikan kehamilan seorang wanita tanpa persetujuan wanita itu diancam hukuman paling lama 12 tahun penjara, dan selanjutnya ayat (2) menyebutkan jika dalam menggugurkan kandungan tersebut berakibat pada hilangnya nyawa wanita yang mengandung itu, maka pihak pelaku dikenakan hukuman penjara paling lama 15 tahun.
Dalam pasal 348 ayat (1) disebutkan bahwa orang yang dengan sengaja menggugurkan kandungan seorang wanita atas persetujuan wanita itu diancam hukuman paling lama 15 tahun penjara, dan ayat (2) melanjutkan, jika dalam perbuatan itu menyebabkan wanita itu meninggal, maka pelaku diancam hukuman paling lama 17 tahun penjara. Dengan demikian, perbuatan aborsi di Indonesia termasuk tindakan kejahatan yang diancam dengan hukuman yang jelas dan tegas.

2 komentar:

  1. Gimana gak rusak bang, hampir semua lapisan masyarakat sudah menyalahgunakan teknologi untuk pornografi, semua pihak terkait seolah acuh tak acuh dan bingung harus membina umat/masyarakat mulai dari mana. Minimal mulai dari pribadinya saja yg sudah rusak dan tak mau belajar untuk mengatasinya dan lemahnya pemahaman thd keyakinannya.

    BalasHapus
  2. Peran org tua sangat membantu dlm rangka menurunkan angka seks bebas di kalangan remaja, khususnya remaja di siantar.

    BalasHapus