Selasa, 07 Desember 2010




Diduga Limbah Sipef Ikut Memicu Kerusakan Jembatan Gunung Malela Menuju Perdagangan  

Masih teringat bahwasanya usia jembatan Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) yang baru diperbaiki menghubungkan  Kota Pematangsiantar menuju Perdagangan tepatnya di Nagori Bukit Maraja Kecamatan Gunung Malela Kabupaten Simalungun, masih satu tahun.  Saat itu masyarakat yang harus melintasi jalan ini terpaksa pasrah dan hati-hati berkendara. Bila tidak, maka nyawalah yang akan melayang. Betapa tidak, kedalaman dari atas permukaan hingga ke dasar sungai jembatan ini berkisar 50 meter dan cukup curam.  Sehingga berpotensi bila melintas akan terjerembab kedasar sungai. Apalagi bila saat malam hari, bisa terjebak dengan perangkap alam ini.  Proyek yang baru 1 tahun rampung itu sudah menelan dana berkisar Rp1, 724,279.708 yang bersumber dari APBD propinsi Sumatera Utara terbuang begitu saja. Tapi kini Jembatan itu sudah kembali nyaris putus.


Selain faktor alam yang belakangan ini sering hujan mengikis pinggiran tanah bagian bawah jembatan, diduga pula bahwa limbah pabrik Kelapa Sawit Sipef yang berada disekitaar lokasi itu memicu struktur tanah semakin lembek. Menurut keterangan beberapa warga yang berdomisili di seputaran jembata itu Buto (52) mengatakan bahwa rentannya struktur tanah diseputuran jembatan diduga karena adanya saluran pembuangan limbah dari perusahaan Sipef ke aliran sungai jembatan tersebut. Bila hujan deras, secara bersamaan pula limbah pabrik itu dibuang kesungai, maka debit air yang mengalir dari bawah jembatan cukup besar. “Kalau ini dibiarkan maka bukan jembatannya saja yang putus. Jalan rayanya pun nanti pasti akan longsor,” sebut warga ini yang sering melihat limbah itu mengalir disungai.
 Demikian juga pernyataan Waris (47) bahwa penyebab longsornya sisi jembatan itu dominan diakibatkan limbah pabrik pengolahan sawit dibuang kondisi belum steril. Diduga kuat masih mengandung zat asam yang tinggi mengakibatkan struktur tanah di seputaran parit limbah menjadi gembur dan mudah longsor, jadi cukup disayangkan bilaman kejadian ini tidak cepat ditanggulangi.
Dan bila perlu diminta pertaganggungjawaban dari pengusaha Sipef bilamana instansi membuang limbah yang belum dinetralisir dan kalau kita lihat selama ini perusahaan tersebut buang limbah pada saat hujan turun kita tidak tau apa maksudnya.
Dari pantauan jurnalis Local News di lapangan bahwa kondisi di areal seputaran jembatan sudah cukup mengerikan bahkan bahu jalan pun sudah terancam longsor. Ketika kita mencoba konfirmasi kepihak perusahaan semuanya tidak ada memberi komentar. Perusahaan Sipef menutup diri bagi masyarakat.

 




Hotmarina Damanik















Bernhard Damanik

PT Sipef Harus Sensitif Lingkungan

Usia jembatan Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) yang baru diperbaiki menghubungkan  Kota Pematangsiantar menuju Perdagangan tepatnya di Nagori Bukit Maraja Kecamatan Gunung Malela Kabupaten Simalungun, masih satu tahun.  Tapi, masyarakat yang harus melintasi jalan ini harus hati-hati berkendara. Bila tidak, nyawalah yang akan melayang. Pasalnya, kedalaman dari atas permukaan hingga ke dasar sungai jembatan berkisar 50 meter dan cukup curam. Bila melintas akan berpotensi terjerembab kedasar sungai. Apalagi malam hari jika tidak hati-hati bisa terjebak dengan perangkap alam ini.  Proyek yang baru 1 tahun rampung itu sudah menelan dana berkisar Rp1, 724,279.708 yang bersumber dari APBD propinsi Sumatera Utara. Tapi, uang sebanyak itu  terbuang begitu saja karena kondisi jembatan sudah kembali nyaris putus.
Kecurigaan lama pun kembali muncul. Adanya dugaan bahwa stuktur tanah di lokasi tersebut mengalami kerusakan alias rapuh memudahkan longsor akibat limbah dari PT Sipef yang memang beraktifitas di sekitar lokasi.

Menelisik kecurigaan ini, The Local News mencoba melakukan konfirmasi kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Simalungun. Sekretaris BLH, Hotmarina Damanik, ketika ditemui di ruang kerjanya mengatakan pihaknya tidak tahu menahu soal penyebab kerusakan jembatan tersebut. Namun sesuai dengan Tupoksi di dinasnya, mereka memang secara rutin melakukan pengawasan limbah tehadap PT Sipef.

Bagaimana hasil dari pengawasan rutin itu? Hotmarina pun menolak membeberkannya. Termasuk saat diminta menunjukkan sejenis rekam pemeriksaan limbah di laboratorium milik PT Sipef. “Itu adalah rahasia,” tukasnya berkelit.

Tapi sedikit, Dia memberi penjelasan bahwasanya sesuai aturan yang ada, pihak yang memegang hasil rekam atau pemeriksaan limbah PT Sipef hanyalah pihak perusahaan dan tidak diperbolehkan dibuka untuk publik. “Kalau ada masyarakat yang menginginkannya, maka sesuai prosedur, masyarakat dimaksud harus memintanya kepada perusahaan bersangkutan. Bukan hanya bagi masyarakat awam. Bupati juga jika menginginkan hal yang sama, harus meminta kepada perusahaan tersebut,” tukasnya.

Dikatakan, sesuai mekanisme yang mereka miliki, Bapedalda setiap enam bulan (satu semester) melakukan pengawasan terhadap seluruh limbah perusahaan yang ada di Kabupaten Simalungun. Dalam pengawasan itu mengambil sampal cairan sebanyak satu liter untuk diperiksa di laboratorium milik Propinsi Sumatera Utara yang terletak di Kota Medan. “Hasil pemeriksaan sampel limbah itu akan diserahkan langsung kepada pihak perusahaan,” sebut Hotmaria.

Lebih jauh dikatakan, jika hasil pemeriksaan ditemukan bahwa limbah perusahaan telah melewati ambang batas mutu alias dapat mencemari lingkungan, maka pihaknya akan memberikan teguran kepada perusahaan untuk memperbaiki sistem pengolahan limbahnya.

“Khusus untuk limbah PT Sipef, perusahaan itu memang telah memiliki izin untuk melakukan Land Application. Artinya, limbah tersebut dibuang ke lahan (tanah) areal perkebunan mereka sendiri setelah diolah. Dimana limbah itu telah dijadikan pupuk oleh perusahaan setelah mendapat ijin dari pemerintah,” ujar Hotmaria.

Namun apakah limbah itu telah benar-benar tidak merusak struktur tanah? Hotmarina pun tidak berani memastikannya. Begitupun katanya jika masyarakat memiliki temuan lain, Ia berharap masyarakat memberikan temuan itu kepada BLH agar dapat bersama-sama dievaluasi,” ungkapnya.

“Personil kami terbatas. Jadi kami menyadari tidak mampu mengawasi semuanya secara intens setiap waktu. Jika ada temuan masyarakat, kami harap masyarakat datang dan membantu kami. Agar lingkungan kita tidak tercemari,” ucapnya.

Dikatakan, pihak Bapedalda telah meninjau langsung ke lokasi. “Kami saksikan tidak ada limbah yang terbuang ke sungai seperti kecurigaan yang disampaikan masyarakat,” katanya.

Sementara, keterangan Bernhard Damanik selaku Ketua Komisi II DPRD Simalungun yang dikonfirmasi The Local News beberapa hari lalu mengaku bersama anggota DPRD lainnya telah melakukan peninjauan langsung ke PT Sipef. “Yang terlihat adalah limbah perusahaan itu dibuang kembali ke areal perkebunan dan sebagian lagi telah diolah menjadi gal metal oleh perusahaan sendiri,” sebutnya.

Soal duagaan bahwa limbah yang dibuang ke areal perkebunan itu telah merusak struktur tanah, Bernhard tidak ingin menafikan kecuriaan masyarakat. Namun menurutnya, itu harus dipastikan melalui penelitian di laboratorium.

Meskipun demikian, ia juga menduga bahwa aktifitas PT Sipef turut mengakibatkan kerusakan jembatan di lokasi tersebut. Namun dalam amatannya hal itu lebih diakibatkan oleh aktifitas pabrik yang meciptakan getaran yang bisa mengakibatkan tanah mudah longsor.

Bernhard juga berharap adanya sensitifitas atau kepedulian PT Sipef atas kondisi di sekitar lokasi tersebut. “PT Sipef sebaiknya turut berperan dalam memperbaiki segala kerusakan alam yang terjadi di lokasi itu. Jangan hanya berharap kepada pemerintah. Nanti kalau terjadi longsor, kan mereka juga yang akan terseret,” kata Bernhard. 

Sementara itu hasil pantauan wartawan The Local News di lokasi, kondisi jembatan yang menghubungkan Kota Pematangsiantar dengan Perdagangan itu sudah cukup membahayakan. Selain kerusakan di badan jembatan, bahkan jalan di sekitarnya juga sudah menunjukkan tanda-tanda akan longsor.


Selain faktor alam yang belakangan ini sering hujan mengikis pinggiran tanah bagian bawah jembatan, diduga pula bahwa limbah pabrik Kelapa Sawit Sipef yang berada disekitaar lokasi itu memicu struktur tanah semakin lembek. Menurut keterangan beberapa warga yang berdomisili di seputaran jembata itu Buto (52) mengatakan bahwa rentannya struktur tanah diseputuran jembatan diduga karena adanya saluran pembuangan limbah dari perusahaan Sipef ke aliran sungai jembatan tersebut. Bila hujan deras, secara bersamaan pula limbah pabrik itu dibuang kesungai, maka debit air yang mengalir dari bawah jembatan cukup besar. “Kalau ini dibiarkan maka bukan jembatannya saja yang putus. Jalan rayanya pun nanti pasti akan longsor,” sebut warga ini yang sering melihat limbah itu mengalir disungai.
 Demikian juga pernyataan Waris (47) bahwa penyebab longsornya sisi jembatan itu dominan diakibatkan limbah pabrik pengolahan sawit dibuang kondisi belum steril. Diduga kuat masih mengandung zat asam yang tinggi mengakibatkan struktur tanah di seputaran parit limbah menjadi gembur dan mudah longsor, jadi cukup disayangkan bilaman kejadian ini tidak cepat ditanggulangi.
Dan bila perlu diminta pertaganggungjawaban dari pengusaha Sipef bilamana instansi membuang limbah yang belum dinetralisir dan kalau kita lihat selama ini perusahaan tersebut buang limbah pada saat hujan turun kita tidak tau apa maksudnya.
Dari pantauan The Local News bahwa kondisi di areal seputaran jembatan sudah cukup mengerikan bahkan bahu jalan pun sudah terancam longsor. Ketika kita mencoba konfirmasi kepihak perusahaan semuanya tidak ada memberi komentar. Perusahaan Sipef menutup diri bagi masyarakat. (nda/Gis/Jos)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar