Timbul Jaya Sibarani
Albert Saragih
Bernhard Damanik
Binton Tindaon
Resman Saragih, Ssos
Rospita Sitorus
Pelantikan Pejabat Simalungun Ibarat
“Lompatan Sirkus”
Masih sekitar satu bulan menjabat sebagai Bupati, JR saragih telah mengganti sekitar 200 orang pejabat struktural. Yang menjadi sorotan publik, pergantian tersebut disinyalir tidak sesuai mekanisme. Ada yang tidak pernah eselon langsung diangkat menjadi Kadis. Yang sebelumnya Kadis digeser menduduki jabatan lebih rendah menjadi Sekretaris, dan ada pula yang baru beberapa tahun menjadi guru langsung diangkat menjadi Kepala Sekolah. Bah! Inikah yang disebut arogansi Kepemimpinan?
Tindakan bupati yang melakukan pegantian sejumlah pejabat eselon baru-baru ini spontan menjadi polemik publik. Pergantian posisi sejumlah pejabat tersebut dianggap ibarat “atraksi lompatan sirkus” pada ranah yang seharusnya menaati pola jenjang karier. Bahkan beberapa pihak langsung melontarkan kritikan. Kali ini kritkan paling pedas datang dari anggota DPRD Komisi II, Bernhard Damanik.
“Pelantikan yang dilakukan Bupati itu tidak sesuai mekanisme. Hal itu bisa menimbulkan keresahan dikalangan PNS, sebab disinyalir mengabaikan pola dasar karier sebagaimana diamanahkan dalam peraturan perundang-undangan,” ungkap Bernhard saat diwawancarai, The Local News Jumat pekan lalu.
Dijelaskannya, mekanisme pergantian pejabat sesungguhnya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Antara lain, PP No 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural, PP No 13 Tentang Perubahan PP 100 Tahun 2000 Tentang Wewenang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, PP No 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah, dan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No 13 tahun 2002 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No 100 Tahun 2000 Tentang Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural.
Pola dasar karier disebutnya menjadi acuan Bupati mengangkat pejabat termaktub di dalam pasal 14 ayat (1) PP 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural. Di dalam ayat itu ditegaskan, bahwa untuk menjamin kualitas dan objektifitas dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS dalam dan dari jabatan struktural eselon II ke bawah di setiap instansi, dibentuk Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan dan selanjutnya disebut Baperjakat. Tugas pokok Baperjakat memberikan pertimbangan kepada pejabat Pembina Kepegawaian Daerah dalam hal ini Bupati melakukan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural eselon II ke bawah. Baperjakat pun dalam memberikan pertimbangan, harus dengan pola dasar karier menggunakan unsur-unsur antara lain; pendidikan formal, pendidikan latihan, usia, masa kerja, pangkat ruang golongan dan tingkat jabatan.“Bahkan kita duga Baperjakat sama sekali tidak ada dibetuk,” ungkap Bernhard.
Salah satu pengangkatan pejabat yang menjadi sorotan Bernhard yakni pengangkatan jabatan Sekda yang sebelumnya dijabat Mahrum Sipayung digantikan Ismail Ginting sebagai Pejabat Pelaksana Tugas Sekda.
“Dalam PP 96 Tahun 2000, pada pasal 12 ayat (1) bahwa pengakatan Sekda harus mendapat persetujuan Pimpinan DPRD sesudah dikoordinasikan dan mendapat persetujuan dari gubernur. Nah ini kan tidak ada persetujuan dari pimpinan DPRD,” bebernya.
Lebih lanjut, ketidaktaatan terhadap mekanisme juga terjadi dalam pengangkatan sejumlah pejabat struktural lainnya. Disebutkan, pada pasal 7 PP No 13 ayat (1), PNS yang akan atau telah menduduki jabatan struktural harus mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai kompetensi yang ditetapkan untuk jabatan tersebut dan dapat dibuktikan dalam bentuk sertifikat.
Kemudian, tentang orang yang menduduki jabatan struktural dapat diangkat dalam jabatan struktural setingkat lebih tinggi, apabila yang bersangkutan sekurang-kurangnnya telah 2 (dua) tahun dalam jabatan struktural yang pernah atau masih didudukinya, kecuali pengangkatan dalam jabatan struktural menjadi wewenang presiden. “Nah, ternyata, ada salah seorang Kabid golongan 4A diganti dengan orang yang masih golongan 3B. ini bagaimana logikanya?” bebernya lagi. “ Saya melihat ada arogansi kepemimpinan oleh bupati dalam pengangkatan pejabat. Maka selaku unsur pemerintahan, DPRD seharusnya menyikapi hal ini agar tidak membiarkan pelanggaran peraturan perundang-undangan,” tegasnya.
Namun berbeda dengan yang dikatakan Bernhard, ketua DPRD Binton Tindaon, justru mengaku tidak menemukan kesalahan dalam pelantikan sejumlah pejabat yang dilakukan Bupati JR Saragih baru-baru ini. Pernyataan itu disampaikan Binton saat ditemui di ruang kerjanya.
Misalnya pada perihal pengangkatan Ismail Ginting sebagai Pelaksana Tugas Sekda, Binton mengatakan bahwa pengangkatannya tidak memerlukan persetujuan Pimpinan DPRD. “Yang saya ketahui itu tidak lagi melalui persetujuan DPRD,” jawabnya.
Secara keseluruhan, ia juga tidak mengatakan belum menemukan adanya kesalahan mekanisme oleh Bupati. Binton beralasan pengangkatan pejabat adalah hak preogratif Bupati. Apalagi dia juga sama sekali belum mengenali secara personal para pejabat yang diangkat, sehingga belum bisa memberikan penilaian.
“Yang diangkat ini semua kan belum bisa saya kenal secara langsung. Karena memang ada yang tidak saya kenal. Jadi saya belum tahu apakah dia itu memenuhi syarat atau tidak. Lagian itu kan hak prerogatif Bupati. Soal bagaimana hasil kerja mereka nanti, di situlah kita lihat dan akan kita komentari. Kalau hasilnya bagus, ngapain kita komentari,” terangnya.
Non Eselon Jadi Kadispenjar
Salah seorang pejabat yang baru dilantik Bupati JR Saragih adalah Kepala Dinas pendidikan dan Pengajaran, Albert Sinaga. Informasi dihimpum The Local News, jabatan terakhir Albert Sinaga sebagai Pengawas Sekolah (non eselon). Secara mengejutkan beberapa waktu lalu Bupati JR Saragih langsung mengangkatnya menjadi Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran (Kadispenjar).
Saat dikonfirmasi, Albert tidak membantah soal posisi jabatan terakhirnya itu. Namun bagaimana riwayat dirinya diangkat menjadi Kadispenjar, dia langsung menolak memberi keterangan. Dia hanya bisa mengatakan bahwa sebagai PNS dia harus loyal. “Karena itu (pengangkatannya) menyangkut kebijakan Pemkab, silahkan lah tanya kepada bagian Humas Protokoler. Saya loyal, setia, kepada atasan. Kalau atasan memberikan kepercayaan lahir bathin, saya pertanggungjawabkan,” kata Albert.
Pejabat Pemkab Simalungun yang baru dilantik beberapa waktu lalu ini pun menyatakan sikap menjalankan misi perubahan sebagaimana jargon yang diusung JR Saragih pada masa berkampanye dulu. Albert Sinaga mengatakan, dalam menjalankan tugasnya ke depan, segala hal yang akan dia lakukan tidak terlepas dari visi- misi JR Saragih ketika berkampanye yakni Perubahan. Dalam penerapannya, katanya akan memulai tugas-tugasnya dengan upaya mengembalikan “roh” pendidikan di Kabupaten Simalungun.
“Roh dimaksud ialah bahwa pendidikan itu untuk membangun karakter dan kepribadian,” kata Albert.
Maka itu, dia menyarankan seluruh instrumen pendidikan di daerah ini menyadari hal tersebut dengan menunjukkan peningkatan disiplin, loyalitas dan ketekunan. Albert sendiri berkeyakinan semua program tersebut akan mencapai hasil maksimal jika dimulai dari level paling atas dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Pengajaran.
“Saya perintahkan agar semua staf di Dinas ini untuk melayani masyarakat sebaik-baiknya. Saya tidak mau ada kutipan-kutipan liar di sini. Jangan nanti ada yang mau naik pangkat diminta harus membayar sekian… mau pindah harus bayar sekian… Saya tidak suka itu. Pelayanan terbaik harus jadi nomor satu,” ungkapnya.
Dengan menerapkannya di dinas tersebut, dia berkeyakinan bahwa langkah positif tersebut secara perlahan akan diterjemahkan dengan baik oleh stake holder yang ada dibawahnya.
Sementara itu, Kadispenda Resman Saragih yang juga baru dilantik di Pemerintahan Kabupaten Simalungun diketahui sebelumnya diketahui pernah menjabat sebagai Kepala Dinas (Kadis) Pendapatan dan terakhir sebagai Kepala Pelayanan Izin Terpadu Pemerintahan Kota (Pemko) Pematangsiantar mengatakan bahwa ia akan menekankan soal kedisplinan di dinas yang dipimpinnya. Tetapi, sebelumnya, jejak rekam dinas yang pernah dilakoninya di Pemko Pematangsiantar, sarat dengan ragam masalah.
“Kita akan menerapkan disiplin bagi seluruh pegawai,” demikian kata kunci yang dilontarkan pria ini
Selain soal kedisplinan, Resman juga mengupayakan kinerja yang maksimal dari seluruh pegawai yang dipimpinnya. Menelusuri perihal adanya “atraksi lompatan sirkus” dalam pengangkatan pejabat Pemkab Simalungun, The local News melakukan konfirmasi terhadap Staf Ahli Humas Simesono Hia. Dalam keterangan Simesono disebutkan, bahwa pelantikan itu mengacu PP No. 100 tahun 2000. Namun bagaimana dengan yang diduga tidak sesuai dengan jejang karier dan kepangkatannya? Simesono hanya bisa berkata bahwa itu berdasarkan kepercayaan Bupati.
“Ya tetap mengacu kepada PP 100 Tahun 200 itulah. Selebihnya berdasarkan kepercayaan Bupati.lah.. kalau Bupati percaya kepada mereka, ya diangkatlah,” ujar Simesono saat dikonfirmasi melalui saluran telepon, Senin pekan ini.
Anggota DPRD Lainnya Angkat Bicara
Menanggapi polemik pengangkatan sejumlah pejabat Pemkab Simalungun, sejumlah anggota DPRD Simalungun pun mulai angkat bicara. “Itu menjadi hak Bupati. Tapi seyogiaya semua harus memperhatikan ketentuan dan peraturan yang ada khususnya PP 13 Tahun 2002, seperti harus memfungsikan Baperjakat melakukan rekruitmen yang obyektif dan berkualitas. Tapi, pejabat yang dilantik baru-baru ini, saya akan melihat kinerjanya ke depan. Ketika pejabat itu mampu menggiring program-program berasal dari pusat, maka saya akan memberikan apresiasi,” ungkap Timbul Sibarani.
Demikian juga pernyataan dari anggotaa DPRD lainnya Rospita Sitorus. Dikatakan pengangkatan pejabat itu belum menempatkan orang sesuai kapasitas. “Ini tidaklah right man on the right place. Sebagian tidak sesuai dengan aturan yang ada. Tidak boleh dong dari jabatan fungsional langsung ke struktural. PP 13 ini belum dipenuhi Bupati. Hal ini perlu diperhatikan karena PNS itu jabatan karier, memili kualifikasi dan tingkat pendidikan yang diperlukan,” sebut Rospita Sitorus
Hal senada juga diutarakan anggota DPRD lainnya Mariono. “Beliau (Bupati) seyogianya memperhatikan asas keadilan yakni ada pemerataan dari aspek suku dan agama. Lagian kalau bisa dari (daerah) Simalungun kenapa harus dari luar. Misalnya, Kabag Tapem itu bagus. Tapi koq non job dan diganti dengan yang saya niali kurang berkompeten. Jangan nanti pekerjaan-pekerjaan kita jadi tertunda karena mereka kurang ahli,” ungkapnya. (nda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar