Dugaan Konspirasi Penyebab Ketekoran Kas Pemko Siantar
Hingga saat ini pemberitaan seputar teka-teki ketekoran Kas Pemerintahan Kota (Pemko) Pematangsiantar masih hangat dipergunjingkan ditengah-tengah masyarakat. Lembaga terkait akan hal ini pun tampak masih menyimpan segudang rahasia. Bagaimana sebenarnya fakta dibalik terjadinya ketekoran kas keuangan Pemko Pematangsiantar, yang selama ini dipeloroti dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), masih misterius.
Hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) telah diterbitkan dari tahun ketahun. Tetapi fakta dibalik ketekoran kas, sepertinya dipendam. Bahkan, pada tahun 2006 lalu para mantan anggota DPRD Kota Pematangsiantar, sudah pernah membentuk komposisi Panitia Khusus (Pansus), menguak bagaimana raibnya uang kas tersebut.Tapi, anehnya hasil kinerja mantan Pansus DPRD, tidak pernah diumumkan ke masyarakat, termasuk siapa oknum-oknum yang terlibat dan berapa jumlah uang yang diambil. Kendati demikian, aroma berbau Dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) ini, sedang diproses lembaga penegak hukum.
Soal fakta siapa diduga kuat mengambil uang APBD sehingga menyebabkan ketekoran kas tersebut, salah seorang mantan anggota DPRD yang kini sebagai Ketua LSM Agresi (Aliansi Gerakan anti Korupsi) Jack Gempar Saragih, SE angkat bicara. Pria yang pernah kontak fisik dengan mantan Ketua DPRD Lingga Napitupulu ini mengatakan sebenarnya ada skenario dibalik fenomena ketekoran kas tersebut. Menurut data yang disampaikan ke kantor redaksi The Local News, bahwasanya ada 19 orang oknum diduga terlibat kuat. Tetapi benar atau tidaknya ke 19 orang ini menyebabkan ketekoran kas, masih perlu ditelusuri. Penggunaan uang kas APBD dilakukan ke 19 orang ini terhitung sejak tahun 2002 hingga 2005. Total dana yang diduga raib berkisar Rp7, 2 miliar. Masing-masing Ir. KRS, Drs DS, Drs MP, Drs ZS, ENS, SPS SE, EN SE, SS, PS, LG, dr H AR, Drs PS, Ir AN, PS, (alm) AL, RS SH, TS, Sut, Suh, Ny KRS.
Jack Gempar Saragih
Dikatakan, dugaan konspirasi makin kuat setelah data diperolehnya bermula sejak mantan Walikota RE Siahaan dilantik tahun 2005 lalu. Saat itu, RE Siahaan masih belum mengetahui persis duduk permasalahan penyebab ketekoran kas. Ketika RE Siahaan memasuki babak penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) APBD 2005 ke DPRD, barulah mengalami sebuah benturan. Saat itu kata Jack Gempar, dirinya memukan adanya perbedaan perhitungan Sisa Laba Pengggunaan Anggaran (SILPA) APBD 2005. Beranjak dari SILPA inilah Jack Gempar merasa curiga dan secara pribadi menelusuri siapa dan apa penyebab perbedaan perhitungan SILPA tersebut. Setelah ditelusuuri lebih mendalam, ketekoran kas ini juga diduga kuat disedot oleh oknum-oknum selain dari 19 orang tersebut.
Upaya membongkar sindikat ini, pihak DPRD periode 2005-2010 pun membentuk Panitia Khusus (Pansus) pada tahun 2006. Dalam Pansus ini terdapat 14 orang tim penelusur yang dilengkapi dengan Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani mantan Ketua DPRD Lingga Napitupulu dan dua orang Wakil Ketua Ir Saud Simanjuntak dan Sirwan Hazzly Nasution. SK No 8 tertanggal 16 Oktober 2006 ini berbunyi tentang Penetapan Komposisi Panitia Khusus DPRD Terhadap Ketekoran Kas Pemerintah Kota Pematangsiantar. Penugasan ini berlaku sejak tanggal 17 Oktober selama 30 hari kerja, dan selanjutnya memberikan laporan pelaksanaan kegiatan Pansus kepada pimpinan DPRD.
Seiring berputarnya waktu, hingga tiba saatnya Pansus harus menyampaikan laporan kinerja mereka, mulailah muncul kecurigaan. “Saya selaku salah seorang Pansus mengetahui pasti bahwa Pansus yang dibentuk itu tidak pernah memberikan data hasil kinerja dalam rapat paripurna. Sehingga, upaya mengetahui siapa dalang penyebab ketekoran kas ini pun hingga sekarang tak jelas. Justru kecurigaan saya makin kental bahwa ada skenario baru sejak pansus dibentuk. Dua orang ajudan mantan Wakil Walikota disebutkan menggunakan uang dari kas Pemko hingga ratusan juta rupiah. Mana ada logikanya ajudan bisa sesuka hati bisa menggunakan uang kas yang harus memiliki prosedur yang diatur oleh hukum. Nah disinilah asumsi saya bahwa nilai uang atas nama ajudan itu saya duga kuat sebagai skenario. Soal bagaimana pastinya, nanti kita buka data lebih lengkap,” ungkap Gempar.
Jack Gempar juga membeberkan bahwasanya kejanggalan makin terang ketika mantan Walikota RE Siahaan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 900-2941/ WK-TH.2006 tertanggal 20 Nopember tahun 2006. Isi surat mantan Walikota ini berisi tentang Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara Ketekoran Kas Daerah Pemerintah Kota Pematangsiantar atas Pemberian Panjar Tahun Anggaran Tahun 2002, 2003, 2004, dan 2005 yang didalamnya memuat sederatan daftar nama beserta jumlah uang yang diambil dari Kas Pemko Pematangsiantar. SK Walikota ini pun memutuskan dan menetapkan membebani penggantian kerugian sementara ketekoran kas daerah atas pemberian panjar-panjar tahun anggaran 2002, 2003, 2004, 2005 sebesar Rp7, 254.639,960. “Soal kenyataan apakah uang tersebut benar-benar diambil oleh 19 orang tersebut masih penuh teka-teki. Soalnya hasil kinerja Pansus DPRD saja, kita tidak tahu. Apakah ada konspirasi antara Pansus DPRD dan mantan Walikota dibalik ketekoran kas ini semestinya diusut tuntas,” tegas Gempar.
Sementara, informasi terakhir dihimpun The Local News bahwasanya hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sampai bulan Februari 2009 menyebutkan ketekoran kas Pemko Pematangsiantar sampai akhir tahun 2008, mencapai Rp31,5 miliar. Total dana ini diketahui setelah dirinci bahwa pada tahun 2006 ketekoran kas sekitar Rp8 miliar. Tahun 2007 menjadi Rp18 miliar dan akhirnya tahun 2008 mencapai Rp31,5 miiar.
Indikasi ketekoran kas sesuai hasil audit tersebut, kebanyakan dananya diduga raib dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pastinya, dana yang dipergunakan tidak mengacu pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Isu beredar bahwa ketekoran kas ini sudah dilaporkan oleh BPK ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sekitar Maret 2009 lalu. Pihak KPK layak menelusuri dugaan KKN ini apakah terbukti merugikan keuangan kas daerah yang melibatkan orang-orang penting di Pemko Pematangsiantar. Karena mekanisme pencairan uang kas harus ditanda tangani kepala daerah.
KPK Selidiki APBD?
Baru-baru ini beredar isu hangat tentang hadirnya tim Penyelidik dari KPK ke Kota Pematangsiantar. Diduga kuat bahwa tim KPK melakukan penyelidikan dugaan kejanggalan APBD selama pemerintahan mantan Walikota Ir RE Siahaan periode 2005-2010.
Pada Kamis (11/11) ada empat pria berpakaian rapi menumpangi mobil Kijang Inova silver BK 8418 KX, memasuki halaman Mapolres Simalungun. Selama beberapa jam tim ini berada di Aula Vidya Satya Brata Mapolres Simalungun. Terlihat disana tiga anggota Provost berjaga-jaga di pintu aula. Sementara mobil Kijang Innova yang ditumpangi tim KPK diparkirkan di pelataran parkir Mapolres Simalungun, tepatnya di belakang ruang SPK.
Tim KPK diisukan memeriksa beberapa mantan anggota DPRD Pematangsiantar periode 2004-2009. Namun, ketika waktu menunjukkan pukul 17.07 WIB, keempatnya meninggalkan Mapolres Simalungun. Informasi dihimpun bahwasanya diduga pemeriksaan itu kepada mantan anggota DPRD Pematangsiantar 2004-2009 antara lain, TT, ZP, DpS, DS, dan RTPS.
Secara terpisah ketika mencermati penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme seputar ketekoran kas Pemko Pematangsiantar, dari pihak Kejaksaan Siantar juga kini tengah melakukan proses hukum. Hanya saja, prosesnya tampak agak lambat. Entah apa kendalanya, yang pasti implikasi ini tengah terjadi.
Sudah sekian lama mencuat kasus ketekoran kas ini. Tetapi baru empat orang tersangka yang sedang diproses hukum. Itupun belum memiliki keputusan hokum tetap dari Pengadilan Negeri. Ke empat tersangka ketekoran kas Pemko tahun 2005 ini adalah masing-masing Lomo Gultom, Paian Saragih, Parsaulian Sihombing dan Albert Nainggolan. Kendati mereka telah ditetapkan sebagai tersanga, masih bisa leluasa tanpa dijadikan status tahanan.
Padahal, dugaan kerugiaan Negara dilakukan ke empat tersangka ini ditaksir berkisar Rp1,2 miliar. Sebelumnya, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasipidsus), Nabari Pelawi SH menyebutkan berkas keempat tersangka ini belum selesai dikerjakan di tingkat Kejari Siantar. Soal dakwaan yang dikenakan katanya pun sangat banyak sehingga perlu waktu lama menyusun materi dakwaan.
“Penyusunan dakwaan keempat tersangka ini harus hati hati. Soalnya dakwaanya banyak dan panjang. Kalau ga ada halangan, secepatnya akan kita limpahkan,’’Ungkap Nabari Pelawi saat ditemui The Local News beberapa pekan lalu di ruang kerjanya. Disebutkan Nabari, bahwa Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Katar Ginting SH sebelumnya telah membentuk tim menyelesaikan berkas tersebut mulai dari penyusunan berkas termasuk dakwaan. Masing-masing Jaksa yang dihunjuk adalah Kasipidsus Nabari Pelawi SH sebagai Ketua Tim dengan enam Jaksa Penuntut Umum(JPU), antara lain, Siti Martiti Manullang SH, FJ Harahap SH, Heri Santoso SH dan beberapa Jaksa fungsional lainnya. Ke empat tersangka ini dikenakan pasal 2 dan pasal 3 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi(Tipikor). Pelanggaran hukum itu dikatakan karena masing-masing tersangka diduga kuat menyelewengkan uang Negara dan memperkaya diri sendiri. Alasan status tersangka yang tidak disertai tahanan Jaksa, kata Nabari bahwa tersangka Lomo Gultom dan Paian Saragih hingga kini masih aktif sebagai PNS di Pemerintahan Kota (Pemko) Pematangsiantar. Sementara Albert Nainggolan dan Parsaulian Sihombing statusnya sekarang sudah pension. (ren/rudi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar