Selasa, 07 Desember 2010

Hutangku Menumpuk Lampu Jalanku Tak Hidup


Alangkah malangnya nasib masyarakat sebagai pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Rayon Siantar. Jika rekening tak dibayar atau tertunggak, langsung mendapat perlakuan pemutusan jaringan aliran listrik. Tak hanya kutipan rekening belaka, kutipan retribusi penerangan jalan umum pun selalu dikenakan kepada masyarakat. Kondisi miris ini sudah menjadi ‘menu spesial’ sebagai masyarakat awam.  Tak heran jika banyak keluhan masyarakat terpaksa berhutang kepada orang lain demi mempertahankan listriknya tidak sampai diputus pihak PLN. Sedihnya, kalau masyarakat menuntut kompensasi kutipan itu malah tak disalurkan secara merata oleh Pemeritah Daerah. Khususnya tentang penerangan lampu jalan umum. Disana sini, banyak ditemukan jalanan pemukiman penduduk yang gelap gulita dikala malam hari.















                                                                 Timbul Lingga


Padahal, selama ini biaya retribusi penerangan jalan umum sebesar 10 persen dari nilai rekening listrik tiap pelanggan, wajib desetor kepada pihak PLN. Jumlah uang yang rata-rata mencapai puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah dari tiap pelanggan, selama bertahun-tahun pula belum memberi rasa nyaman bagi masyarakat dengan adanya lampu penerangan yang seharusnya disediakan Pemerintahan Kota (Pemko) Pematangsiantar.

Hal ini tentu sangat berbanding terbalik dengan program Pemerintah Kota Pematangsiantar setiap tahun menganggarkan biaya pengadaan lampu jalan umum. Seperti tahun anggaran 2010, Pemko Pematangsiantar melaui Dinas Pertambangan dan Energi (Pertamben) yang dipimpin Drs. Hasangapan Tambunan menggelontorkan dana sebesar Rp5,6 Milliar untuk pengadaan lampu jalan sebayak 1500 unit.

Proyek ini pun tampaknya kental dengan dugaan pelanggaran hukum. Keterangan dari sang Kadis Pertamben Hasangapan Tambunan saat ditemui diruang kerjanya beberapa pekan lalu memberitahukan bahwasanya pihaknya sengaja tidak menjalankan proyek bernilai miliaran rupiah ini dengan cara tender. Alasanya, dia beranggapan jika tidak ditenderkan, akan melibatkan masyarakat setempat. Tentunya, kebijakan ini sudah salah kaprah,  karena melanggar Keppres tahun 2002 tentang Pengadaan Barang dan Jasa yang menekankan jika nilai proyek mulai ratusan juta rupiah bahkan miliaran rupiah, harus dilakukan dengan cara lelang.

Artinya, ketentuan hukum ini ‘tak bertaring’ dibandingkan kebijakan sang Kadis Pertamben Hasangapan Tambunan. Ada indikasi kuat bahwa sang Kadis berkonspirasi dengan pihak rekanan menjalankan proyek ini dengan usaha tidak sehat. Data diperoleh The Local News dari berbagai sumber, layak dijadikan referensi pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menelusuri latar belakang proyek miliaran rupiah ini tidak ditenderkan oleh Dinas Pertamben. Jika ditemukan kejanggalan yang sangat menonjol, tidak tertutup kemungkinan pula dilanjutkan ke lembaga penegak hukum khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi. 
Pasalnya, pengakuan sang Kadis Hasangapan Tambunan dirinya sengaja memberi pekerjaan proyek fisik membuat dan mendirikan tiang lampu penerangan jalan umum ini kepada organisasi jasa kelistrikan yang salah satunya AKLI (Asosiasi Kontruksi Listrik Indonesia) cabang Siantar. Nilai proyek pun dipecah-pecah. Mulai puluhan juta hingga ratusan juta rupiah. Informasi dihimpun The Local News, bahwa proyek tersebut diduga dimonopoli oleh satu rekanan (kontaktor). Sehingga dalam pelaksanaannya tidak melalui proses tender terbuka, melainkan Pemilihan Langsung (PML) dan Penunjukan Langsung (PL). Dalam pengerjaannya, proyek ini dipecah menjadi 121 paket.
 Tetapi, Dirinya mengakui jika nilai proyek mencapai ratusan juta rupiah sesuai Kepres tersebut, seharusnya di tenderkan.  Faktanya, proyek disalurkan dengan cara pemilihan langsung dan penghunjukan langsung kepada organisasi asosiasi kelistrikan. Sejak proyek ini dijalankan, hingga sekarang tak satu tiang pun yang sudah nyala menerangi jalan umum pemukiman penduduk kota.

Sedangkan, secara fisik nilai Rp5,6 miliar untuk pemasangan 1500 unit lampu jalan umum, sesuai pengamatan The Local News di beberapa lokasi, bahwa kualitas barang diduga tak sesuai dengan uang yang disalurkan. Tiang-tiang terbuat dari besi pipa yang cukup tipis dengan ukuran yang cukup kecil pula. Besi pipa itu ditanam di sekitar pinggiran jalan yang beberapa diantaranya terlihat sudah miring. Bahkan tumbang. Kondisi itu ditemukan di Jalan Rakuta Sembiring Kecamatan Siantar Martoba. Tetapi tak lama kemudian posisi miring itu langsung diperbaiki. Artinya, kondisi tersebut merupakan implikasi adanya dugaan ketidak becusan pelaksanaan kegiatan tersebut.

Ketika The Local News mempertanyakan kembali kendala belum maksimalnya pengerjaan lampu jalan yang anggarannya ditampung dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Pematangsiantar Tahun 2010, Drs Hasangapan Tambunan yang ditemui diruang kerjanya, Senin pekan lalu,  tidak dapat memberikan keterangan rinci. "Kan masih banyak yang perlu kalian beritakan. Tunggulah dulu rampung semua. Udah pusing aku dibuat masalah ini. Sampai-sampai Tim Inspektorat Propinsi dua kali turun kemari," ungkapnya sembarai mengatakan Tim tersebut sedang berada di Kota Pematangsiantar melakukan pemeriksaan pelaksanaan proyek pengadaan lampu jalan ini.

Jauh sebelumnya, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pematangsiantar telah memberikan komentar tentang proyek ini. Seperti halnya diungkapkan Timbul Lingga, SH selaku Wakil Ketua DPRD Siantar kepada sejumlah wartawan usai melakukan kunjungan kerja ke Dinas Pertambangan Kota Pematangsiantar, mengatakan proyek pemasangan lampu jalan ini dinilai sebagai pemubaziran anggaran rakyat Siantar. Terlebih mengingat perencanaannya tidak dilakukan dengan profesional.

"Bagaimana tidak menjengkelkan...?" ucap Supardi warga Tojai Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematangsiantar.  “Lihatlah tiang-tiang ini sudah lama dipasang, tapi sampai sekarang tak juga hidup," katanya menunjukkan salah satu tiang lampu jalan yang sudah berdiri dan dilengkapi lampu, namun belum dialiri arus listrik.

Sebagai pelanggan PLN yang takut menunggak pembayaran, karena takut diputus pihak PLN ini merasa sangat kesal dengan kutipan uang penerangan jalan sedangkan hingga sekarang tidak bisa menikmati terangnya lampu jalan. "Heran kita melihat Pemerintah ini. Katanya dari rakyat untuk rakyat. Nyatanya tidak.!," ketusnya menyebut sistim birokrasi pemerintahan di Kota Pematangsiantar belum mencerminkan keberpihakan kepada masyarakat luas.

Penunggakan Biaya Penyambungan dan Uang Jaminan Langganan (BPUJL) yang tidak dibayarkan Pemko Siantar kepada PLN, pun dijadikan sebagai dalih tidak dapat difungsikannya lampu-lampu jalan yang sudah terpasang. Padahal, pengadaan fisik tiang-tiang dan lampu malah dialokasikan mencapai Rp5,6 miliar. Salah seorang warga lainnya Dian Purba yang juga Ketua Forum Komunikasi Mahasiswa Simalungun (FORKOMASI) mengatakan kejadian ini adalah potret buruk kinerja Distamben yang sangat jauh dari kalimat profesional.

"Sama DPRD saja mereka (Distamben red) memberikan jawaban dalih sana dalih sini. Bagaimana lagi kalo rakyat biasa yang bertanya? Pastilah makin dicuekin. Tapi jangan salah, masyarakat tidak akan tinggal diam. Jika proyek ini ternyata sarat dengan dugaan KKN, maka massa akan mendesak secara terus-menerus agar pihak penegak hukum mengusut tuntas. Mana ada lagilah di jaman sekarang ini kebal hukum. Kasus Gayus Tambunan saja bisa menyeret petingi-petinggi di Negara ini. Konon lagi pejabat di tingkat daerah?," kata Dian menyesalkan tindakan Distamben dan sikap DPRD yang tidak dapat memberikan ketegasan atas permasalahan yang tengah terjadi dalam pemasangan lampu jalan di Kota Siantar.

"Ini namanya proyek asal-asalan. Tidak ada perencanaan terlebih dahulu. Saya kira bukan disitu letak persolannya," ujarnya menduga bahwa Distamben Siantar mencari keuntungan sendiri, dengan melihat awal pelaksanaan proyek tersebut dilakukan menjelang Pemilihan Umum Kepala dan Wakil Kepala Daerah (PEMILUKADA) Kota Pematangsiantar, 9 Juni 2010. Artinya, ada dugaan kaitan pilkada lalu dengan dana proyek. 

"Bukan rahasia umum lagi proyek ini dijadikan ajang kampanye," kata Dian menyebutkan pengerjaan Proyek pengadaan lampu jalan yang dilakukan sekitar bulan Maret 2010 lalu, tidak lain diduga untuk meraih simpati masyarakat untuk memilih mantan Walikota Pematangsiantar, Ir RE Siahaan,” ungkap Dian.

Belum maksimalnya pelaksanaan proyek pengadaan lampu jalan, meski Tahun Anggaran 2010 sudah akan berakhir, sejumlah warga Siantar menilai bahwa proyek ini sebagai pabrik barang bekas. Diduga kuat tiang-tiang lampu jalan yang dipasang lebih dominant t barang bekas yang dibayar hingga Rp5,6 miliar. (hry)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar